Pagi-pagi sambil menikmati turunnya butiran-butiran yang menyejukkan tubuh dan hati datanglah kehangatan dengan hadirnya seorang gadis. Seorang karyawati yang hendak masuk kerja. Ceritanya hendak menumpang duduk sambil berteduh di depan mess. Hujan memang sedang turun dengan derasnya membasahi permukaan tanah yang tampak oleh mata.
Iseng bin usil sekalian ingin ngetes kubertanya tentang motivasinya untuk bekerja hari itu dalam cuaca yang kurang bersahabat itu.
"Kenapa hujan-hujan gini masih mau masuk kerja sih, Neng? Kenapa tidak tidur di rumah saja daripada kerja?"
Mendapat pertanyaan nyeleneh si Eneng sedikit bingung. Tapi Si Eneng seketika senyum dan menjawab,"Kan udah kewajiban, Pak. Pengennya sih hujan gini malas-malasan sambil berpelukan dengan suami di rumah."
Menarik sekali jawaban si Eneng. Walau diawali dengan pertanyaan seperti iseng tapi jawabannya menohok dan memberikan sebuah inspirasi yang serius. Menggugah pikiran dan kalbu untuk menjadi sebuah tulisan sebagai refleksi diri.
Apa sesuatu hal yang menohok dan menggugah itu? Yang menjadi kata kuncinya adalah 'KEWAJIBAN".
Si Eneng demi kewajibannya untuk masuk kerja tidak peduli dengan hujan dan melawan rasa malasnya. Padahal kalau tidak demi kerja, si Eneng pengen berpelukan untuk melawan dinginnya pagi itu.
Demi Kewajiban Tapi Melupakan Kewajiban
Soal kewajiban ini saya langsung berpikir dan terasa tersindir. Lalu diam-diam menyindir dirinya sendiri dengan perilaku yang ada selama ini.
Saya demi memenuhi kewajiban untuk bekerja tetap semangat walau hujan lebat. Padahal kalau untuk urusan tobat, saya masih ogah-ogahan dan perasaannya berat. Tunggu nanti dulu dan alasan lainnya.
Demi kewajibanku untuk melakukan kegiatan dunia, saya sampai melupakan kewajibanku dalam urusan kerohanian. Begitu semangatnya mengejar urusan keduniawian, giliran urusan kerohanian malasnya luar biasa. Ampun.