Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kewajiban

22 Januari 2014   12:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:35 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi sambil menikmati turunnya butiran-butiran yang menyejukkan tubuh dan hati datanglah kehangatan dengan hadirnya  seorang gadis. Seorang karyawati yang hendak masuk kerja. Ceritanya hendak  menumpang duduk sambil berteduh di depan mess. Hujan memang sedang turun dengan derasnya membasahi permukaan tanah yang tampak oleh mata.

Iseng bin usil sekalian ingin ngetes  kubertanya tentang motivasinya untuk bekerja hari itu dalam cuaca yang kurang bersahabat itu.

"Kenapa hujan-hujan gini masih mau masuk kerja sih, Neng? Kenapa tidak tidur di rumah saja daripada kerja?"

Mendapat pertanyaan nyeleneh si Eneng sedikit bingung. Tapi Si Eneng seketika  senyum dan  menjawab,"Kan udah kewajiban, Pak. Pengennya sih hujan gini malas-malasan sambil berpelukan dengan suami  di rumah."

Menarik sekali jawaban si Eneng. Walau diawali dengan pertanyaan seperti iseng tapi jawabannya menohok dan memberikan sebuah inspirasi yang serius. Menggugah pikiran dan kalbu untuk menjadi sebuah tulisan sebagai refleksi diri.

Apa sesuatu  hal yang menohok dan menggugah itu? Yang menjadi kata kuncinya adalah 'KEWAJIBAN".

Si Eneng demi kewajibannya untuk masuk kerja tidak peduli dengan hujan dan melawan rasa malasnya. Padahal kalau tidak demi kerja, si Eneng pengen berpelukan untuk melawan dinginnya pagi itu.

Demi Kewajiban Tapi Melupakan Kewajiban

Soal kewajiban ini saya langsung berpikir dan terasa tersindir. Lalu diam-diam menyindir dirinya sendiri dengan perilaku yang ada selama ini.

Saya  demi memenuhi kewajiban untuk bekerja tetap semangat walau hujan lebat. Padahal kalau untuk urusan tobat, saya masih ogah-ogahan dan perasaannya berat. Tunggu nanti dulu dan alasan lainnya.

Demi kewajibanku untuk melakukan kegiatan dunia, saya sampai melupakan kewajibanku dalam urusan kerohanian. Begitu semangatnya mengejar urusan keduniawian, giliran urusan kerohanian malasnya luar biasa. Ampun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun