[caption id="attachment_232813" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi: Merdeka.com"][/caption]
Apakah kita berpikir bahwa pagelaran 'Jakarta Night Festival' yang digagas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo adalah sebuah pesta yang sia-sia? Karena menghabiskan uang miliaran dan bahkan puluhan miliar akibat berbagai fasilitas umum yang rusak?
Enam belas panggung dibangun dan kembang api yang bernilai miliaran rupiah dibakar ludes untuk menggelar pesta rakyat. Apakah sia-sia dan tidak ada gunanya? Apakah rakyat yang datang berbondong-bondong penuh kegembiraan adalah sia-sia?
Untuk sebuah kesenangan dan kegembiraan tidak ada harga yang terlalu mahal. Demi sebuah kesenangan orang rela mengeluarkan uang ratusan juta bahkan miliaran hanya untuk sebuah lukisan.
Kesenangan dan kegembiraan itu mahal harganya. Banyak orang rela membelinya dengan harga yang mahal. Saya pikir kita jangan terlalu skeptis dulu dengan mengatakan bahwa pesta rakyat yang baru saja berlalu adalah sia-sia. Apalagi melihat kerusakan yang ditimbulkan setelahnya. Ini hanya masalah pengaturannya saja.
Mungkin ada yang mengatakan, daripada menggelar pesta yang sia-sia dengan membuang-buang uang untuk membakar petasan atau kembang api. Lebih baik uangnya untuk membangun fasilitas publik atau menanam pohon.
Tidak ada yang salah memang. Dulu saya juga mempunyai pemikiran demikian. Tetapi setelah direnung-renungkan apa yang saya pikir benar, akhirnya harus saya ralat. Karena untuk sebuah kesenangan dan kebahagiaan, walau sesaat memang ada harga yang harus dibayar. Soal nilai adalah hal yanmg relatif.
Kita tidak boleh skeptis dengan sebuah nilai kesenangan dan kenikmatan. Ketika pada malam tahun baru banyak rakyat yang menggelar pesta kembang api untuk sebuah kegembiraan, kita menilai itu adalah kesia-siaan atau buang uang. Kenapa uang itu tidak untuk berbuat amal saja? Bukankah lebih bermanfaat?
Ya, lagi-lagi ada benarnya. Tetapi sebuah kesimpulan yang ada tidak benarnya juga. Apakah kita juga akan protes pada orang-orang yang mengeluarkan uang untuk menonton konser penyanyi kesayangannya? Mengapa uangnya bukan untuk beramal saja? Bukankah lebih bisa berguna?
Mungkin tanpa kita sadari selama hidup demi sebuah kesenangan pribadi kita pun secara rutin mengeluarkan sejumlah uang untuk membelinya. Mengapa kita lupa untuk mengamalkan saja?
Tentu hidup tidak harus demikian bukan? Ada waktunya kita menikmati kesenangan diri dan adanya waktunya kita menyenangkan orang lain dengan berbuat baik. Itulah keseimbangan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H