Teringat juga aku acapkali menulis tidak dari hati, hanya sekadar untuk mencari sensasi dan mengharap puja-puji. Tetapi aku masih tak tahu diri mengatakan, agar menulis dari hati yang jujur.
Mengapa anak-anak bisa bersikap tidak jujur? Bukankah aku sendiri pernah mengajarkan pada mereka untuk berbohong?
"Nak, bilang ayah tidak ada kalau ada yang cari ya!"
Ah, aku masih ingat. Suatu waktu ikut istri belanja ke pasar. Aku menambahkan lagi beberapa biji cabai yang sudah ditimbang tanpa permisi. Tanpa merasa itu perilaku yang tidak jujur.
Dulu sering beli kacang rebus, aku paling suka mengambil dulu beberapa butir untuk dinikmati tanpa meminta. Aku pikir apa perlunya? Anggap saja itu bonus.
Satu lagi, aku baru ingat. Ternyata selama ini aku banyak bersikap jujur pada diri sendiri. Sering kali berjanji ini-itu tapi jarang sekali ditepati. Aku pura-pura melupakannya tanpa perlu merasa bersalah.
Itu hanya beberapa catatan yang aku ingat? Bagaimana dengan yang sudah lupa? Lalu apakah aku masih pantas merasa yang paling jujur dan menghujat ketidak-jujuran orang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H