Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Gara-gara Barang Tidak Haram Jadi Haram

20 Desember 2012   03:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:20 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bilang teh dan gula sebagai 'barang haram' dan seorang teman tidak menerima dengan protes keras. Padahal ini hanyalah masalah persepsi. Tetapi menimbulkan sedikit debat. Karena masing-masig yakin dengan prinsipnya. Sepertinya kejadian ini yang sering menjerumuskan kita dalam debat kusir yang sia-sia.

Begini ceritanya:


Karena beberapa hari ini ada saja karyawan yang mengalami kelelahan dan harus beristirahat di mess. Sebelum dibawa ke klinik rujukan Jamsostek.


Saya mengusulkan, agar disediakan teh, gula atau makanan ringan yang mengalami ke bagian HRD.


Pertama kali tidak ada jawaban. Pada kesempatan santai saya sampaikan lagi.

Tanggapannya: "Wah, itu maunya kamu. Bukan dimakan yang sakit, malah dimakan kamu lagi!"


"Jangan gampang curiga, Pak. Soalnya selama ini kalau ada yang dibawa ke mess. Pada kelabakan cari-cari teh manis ke warung!" balas saya.


"Gak ah, bisa-bisa paling kamu yang makan. Rugi saya." sahut bagian HRD ini.


Karena agak 'ngeyel jawabannya, akhirnya saya keceplosan,"Kalau takut dimakan saya, dikunci aja. Lagian siapa yang makan barang haram?!"


Mendengar kata 'haram' orang HRD langsung protes,"Kok dibilang barang haram? Masak teh dan gula dibilang barang haram?!"


"Iyalah, barang yang bukan milik kita kalau dimakan ya haram!" saya mencoba menjelaskan.


"Gak bisa gitu. Saya gak terima!" tukasnya.


Seorang rekan di samping berusaha membela,"Maksudnya benar, Pak. Namanya barang haram."


"Gak bisa! Kalau daging babi dibilang haram baru benar. Kalau teh sama gula barang haram mana ada itu?!" rupanya Pak HRD ini tetap ngotot dan mencari pembelaan.

Ya sudahlah. Ceritanya sampai di sini. Sebenarnya ada kelanjutannya. Tapi malas menulisnya ha ha ha....karena yang baca pasti sudah menangkap maksudnya.

Kan pintar-pintar.


Maksudnya, kalau sudah berdebat pastinya ego untuk menjadi pemenang pasti keluar. Terlepas salah atau benar.


Masalah yang namanya teh dan gula itu haram atau bukan, sebenarnya hanyalah persepsi saja. Kalau dibilang tidak haram ya benar. Tapi dikatakan haram pun tidak salah.


Masalahnya? Sekadar permainan kata-kata saja. Tetapi anehnya sering menyesatkan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun