Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lapang Dada, Keinginan Berlebih, dan Memaklumi

25 September 2012   12:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:43 1661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[•Kelapangan dada harus besar, keakuan harus diperkecil, sehingga dalam menyelesaikan tugas tidak banyak menemukan rintangan.]


Keakuan: egois, tidak mau mengalah, merasa paling benar, mudah tersinggung, tidak bersedia dikritik, dan tidak toleran.


Demikian keakuan itu semakin tumbuh besar dalam hati setiap manusia.


Ada yang berusaha melatih untuk mengendalihkannya. Berlatih membesarkan hatinya yang lapang.


Dengan kerendahan dan kelembutan hati untuk berlatih berlapang dada, secara perlahan keakuannya berkurang.


Di kehidupankita sehari-hari, banyak masalah timbul karena besarnya sifat keakuan ini.


Setiap orang ingin menang sendiri. Masing-masing merasa yang paling benar. Demikian masalah timbul, karena tidak dapat meredam keakuan.


Tetapi bila setiap individu dapat berlapang dada dalam menyelesaikan tugas, maka jalan lapang akan terbentang. Menghasikkan kelegaan hidup.


[•Kebutuhan sebenarnya tidak banyak, tetapi keinginan sangat berlebihan, kemelekatan ini yang menjadi lautan penderitaan.]


Hidup pada hakekatnya adalah berlatih untuk melepaskan keterikatan akan keinginan memiliki yang berlebihan.


Karena keterikatan itu pada akhirnya menjadi kemelekatan yang merupakan sumber penderitaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun