Meyakini agamanya sebagai yang paling benar tentu bukanlah sebuah dosa. Tetapi ketika ada kesombongan tersembunyi mengiringi, ada dosa yang tak tersadari. Begitulah ketersesatan dimulai.
#
Setiap agama mengajarkan, bahwa agamanya sebagai jalan menuju keselamatan untuk mencapai surga.
Kemudian terjadi klaim-mengklaim di antara umat beragama, bahwa agamanyalah merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai surga.
Celakanya tidak sedikit yang meyakini bahwa hanya menjadi penganut agama tersebut, satu tempat telah tersedia di surga untuk dirinya. Hal ini terjadi karena ada janji-janji surga yang ditebarkan.
Inilah kemudian melahirkan kesombongan yang tak tersadari oleh sebagian umat beragama.
Karena merasa paling benar dan tempat di surga telah terjamin untuk dirinya. Mulailah hidup dalam kesombongan. Sibuk melihat dosa dan menghakimi kesalahan orang lain.
Padahal menurut kebenaran yang disampaikan oleh orang-orang benar, bahwa tidak sedikit pemuka agama: kiyai, pendeta, dan biksu terjerumus ke dalam neraka oleh karena kesombongan mereka selama hidup di dunia.
Meyakini bahwa agama yang kita anut sebagai paling benar, tentu bukalah sebuah dosa.
Tetapi ketika timbul kegenitan merasa yang paling benar dan berhak menghakimi umat beragama lain dengan membawa nama Tuhan. Yakinlah, benih-benih dosa mulai bersemi.
Karena hal itu akan menjadikan diri kita umat yang penuh dengan kesombongan. Celakanya, orang yang telah dicengkram oleh kesombongan, hatinya mulai membatu dan keras kepala. Sulitlah untuk menyadari kesalahan dan kebodohan dirinya.
Kesombongan dalam bentuk apapun. Apalagi mengatasnamakan Tuhan untuk menghakimi umat agama lain. Menandakan diri kita masih hidup dalam kebodohan batin.
Bila kesombongan masih bersemayam di dalam diri kita, itu artinya iblis masih menjadi sahabat kita.
Bila demikian masih layakkah surga bagi kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H