Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kesombongan Umat Beragama

21 September 2012   08:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:05 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Meyakini agamanya sebagai yang paling benar tentu bukanlah sebuah dosa. Tetapi ketika ada kesombongan tersembunyi mengiringi, ada dosa yang tak tersadari. Begitulah ketersesatan dimulai.

#
Setiap agama mengajarkan, bahwa agamanya sebagai jalan menuju keselamatan untuk mencapai surga.

Kemudian terjadi klaim-mengklaim di antara umat beragama, bahwa agamanyalah merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai surga.

Celakanya tidak sedikit yang meyakini bahwa hanya menjadi penganut agama tersebut, satu tempat telah tersedia di surga untuk dirinya. Hal ini terjadi karena ada janji-janji surga yang ditebarkan.

Inilah kemudian melahirkan kesombongan yang tak tersadari oleh sebagian umat beragama.

Karena merasa paling benar dan tempat di surga telah terjamin untuk dirinya. Mulailah hidup dalam kesombongan. Sibuk melihat dosa dan menghakimi kesalahan orang lain.

Padahal menurut kebenaran yang disampaikan oleh orang-orang benar, bahwa tidak sedikit pemuka agama: kiyai, pendeta, dan biksu terjerumus ke dalam neraka oleh karena kesombongan mereka selama hidup di dunia.

Meyakini bahwa agama yang kita anut sebagai paling benar, tentu bukalah sebuah dosa.

Tetapi ketika timbul kegenitan merasa yang paling benar dan berhak menghakimi umat beragama lain dengan membawa nama Tuhan. Yakinlah, benih-benih dosa mulai bersemi.

Karena hal itu akan menjadikan diri kita umat yang penuh dengan kesombongan. Celakanya, orang yang telah dicengkram oleh kesombongan, hatinya mulai membatu dan keras kepala. Sulitlah untuk menyadari kesalahan dan kebodohan dirinya.

Kesombongan dalam bentuk apapun. Apalagi mengatasnamakan Tuhan untuk menghakimi umat agama lain. Menandakan diri kita masih hidup dalam kebodohan batin.

Bila kesombongan masih bersemayam di dalam diri kita, itu artinya iblis masih menjadi sahabat kita.
Bila demikian masih layakkah surga bagi kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun