Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kritisi Jokowi, Foke, Ahok, dan Rhoma. Tapi Tidak dengan Menghujat

10 Agustus 2012   06:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:59 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anggap saja saya ini pahlawan bertopeng kesiangan yang berteriak di tengah samudra dunia maya. Kenapa pahlawan bertopeng? Ya untuk menutup rasa malu saja.


Belakangan tulisan-tulisan tentang Pilkada Jakarta di Kompasiana mengalir demikian deras. Setiap hari ada saja tulisan tentang topik yang mengalir.


Kalau tidak tentang Jokowi ya Ahok. Kalau bukan Ahok ya Foke. Bila bukan Foke ya Jokowi.


Terakhir ikut meramal panggung Pilkada ini adalah kemunculan Rhoma Irama dengan isi ceramahnya yang mengandung SARA. Lantas mengundang begitu banyak tulisan dan komentar.


Boleh dibilang topik tentang Pilkada ini begitu menarik perhatian. Baik oleh kedua pendukung maupun yang netral.


Itulah sebabnya tulisan yang berbau-bau Jokowi, Ahok, Foke, dan Rhoma selalu laris manis dan sering masuk ke Terekomendasi.


Saya lihat semakin lama semakin memanas. Tak kalah dengan topik tentang PSSI versus KPSI yang lebih dulu meramaikan jagat Kompasiana.


Tetapi pada prinsipnya segala sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik.

Sikap para pendukung Jokowi, Ahok, Foke atau Rhoma sudah tampak begitu berlebihan.


Dimana seharusnya kita dapat menulis dan berkomentar atau berdiskusi lebih elegan. Akhirnya justru menjadi saling menghujat dan merendahkan.


Kita memang perlu mengkritisi para pemimpin atau publik figur kita bila ada sikapnya yang salah dan tidak berkenan.


Mengkritisi secara halus maupun secara keras dan tegas. Namun kita tetap koridor sopan dan beretika. Tidak frontal dan kasar.


Boleh saja kita menyentil perilaku mereka. Tapi tidak melecehkan. Apalagi sampai menghujat dengan kata-kata yang tidak pantas.


Disayangkan pula bila kita melakukan hujatan dan caci-maki berlindung dengan identitas palsu. Saya tidak berani bilang itu pengecu. Tapi tidak elegan saja.


Mari kita mengkritisi mereka. Mau Jokowi, Foke, Ahok ataupun Rhoma dengan elegan dan dapat dipertanggung jawabkan.


Bukan dengan cara-cara kuno seperti menakuti dan intimidasi. Tidak pula menyerang dengan gaya binatang.


Seperti serangan membabi buta, mengadu domba, menyeruduk bagaikan kebo, mencari kambing hitam dan mengeluarkan kata-kata berbisa.


Cukup sekian. Terima kasih untuk yang perhatian maupun yang cuekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun