Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Karma Cepat Datangnya

14 Juli 2012   01:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:58 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13423515831782550824

[caption id="attachment_200596" align="aligncenter" width="200" caption="diambil dari porfil Arimbi Bimoseno"][/caption] Arimbi Bimoseno. Bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Hanya seorang manusia yang ingin terus belajar menjadi manusia di kampus kehidupan ini.

Seorang pejalan yang telah melewati masa lalu, sedang singgah di masa kini dan terus berjalan ke masa depan. LOVE FOR LIFE - Menulis dengan bahasa kalbu untuk relaksasi.

Begitulah seorang Arimbi Bimoseno menulis di sampul belakang buku "Karma Cepat Datangnya". Sebuah karya dari hati untuk relaksasi dan berbagi.

Sebuah buku yang ditulis dengan bahasa keseharian sebagai cermin bagi kehidupan kita. Meminjam segala peristiwa di sekitar.

Buku yang kaya dengan makna hidup ini terdiri dari 4 bagian. Hati, Cermin, Peristiwa, dan Cinta.

Masing-masing bagian berisi dengan kisah-kisah penuh motivasi dan inspirasi yang sangat cocok bagi kita sebagai pengisi hidup.

Kita umumnya selalu ingin orang lain yang berubah. Mau memahami dan memaklumi kita. Sungguh egois.

Karena kita lupa untuk mengubah diri sendiri. Lupa untuk memahami dan memaklumi diri sendiri dan orang lain.

Saat kita terlambat datang untuk rapat di kantor. Kita berharap rekan-rekan memaklumi dan memaklumi keterlambatan kita.

Sementara itu kita terlambat akibat kesiangan. Karena malamnya begadang. Kita tidak memaklumi diri sendiri untuk tidur lebih awal, agar bisa berangkat lebih pagi untuk mengikuti rapat.

Dengan keterlambatan kita, berarti kita tidak memaklumi dan memaklumi rekan-rekan kita yang telah menunggu. Menghabiskan sebagian waktu hanya untuk menunggu kita [bagian pertama hal 36 "Siapa yang Tidak Memahami].

Pada bagian kedua hal 50 dalam tulisan "Ketika Uang Menjadi Tuhan" kita diingatkan. Bahwa cinta uang adalah akar kejahatan. Cinta uang merupakan akar penderitaan.

Cinta uang bisa membuat seseorang semakin jauh dari Tuhan. Karena uang telah dijadikan tuhan.

Jaman sekarang uang telah menjadi segalanya. Demi uang kita rela melakukan apa saja.

Menjual tubuh, harga diri, kehormatan dengan menghinakan diri. Bahkan merelakan nurani tergadai dan membohongi Tuhan.

Dengan uang kita bisa membeli kekuasaan dan orang lain menderita. Dengan uang kita membeli pahala dan menyogok Tuhan.

Selanjutnya pada bagian ketiga terdapat tulisan "Karma Cepat Datangnya" [hal 114] adalah salah satu tulisan yang dijadikan judul buku setebal 204 halaman ini.

Percaya tidak percaya hidup kita tidak lepas dari yang namanya karma. Hukum sebab-akibat. Tersenyumlah, maka orang akan membalas dengan senyuman. Cemberutlah, maka seketika kita akan melihat orang ikut cemberut.

Banyak peristiwa di sekitar kita telah menunjukkan begitu cepatnya karma berbuah.

Kesalahan yang kita lakukan begitu cepat menerima balasannya. Seperti yang diceritakan dalam buku terbitan Elex Media Komputindo ini.

Seorang gadis yang diam-diam pergi dengan motor dari rumahnya. Padahal sudah tidak diijinkan mengendarai sepeda motor sendirian. Akibatnya si gadis mengalami kecelakaan.

Hal ini mengingatkan kepada kita. Setiap sebab yang kita lakukan pasti ada akibatnya. Semua itu diri sendirilah yang akan menerimanya.

Perilaku baik mendatangkan karma baik. Perilaku buruk sudah pasti menghasilkan karma buruk. Inilah hukum yang abadi.

Bagian bagian terakhir tentang cinta memuat tulisan "Selama Kamu Tidak Menerima, Selama Itu Pula Kamu Menderita" [hal 180].

Bisa menerima kehadiran orang lain dengan apa adanya membutuhkan cinta. Dapat menerima kelelahan orang lain, butuh keikhlasan. Bisa mengakui kekuatan orang lain butuh kerendahan hati.

Mau menerima dan mengalah menghindari kita dari sifat mau menang sendiri yang merupakan penyakit kronis. Yang justru akan menyakiti jiwa sendiri.

Itulah sebabnya kita diingatkan untuk selalu membersihkan hati dan pikiran dari segala emosi negatif, agar dapat menerima setiap orang dan keadaan.

Pada bagian Bu Arimbi menulis "..... Bahwa perhitungan atas segala perilaku baik-buruk [bisa] terjadi saat ini juga, bukan [hanya] setelah mati...Bila surga adalah damai, tidak mungkin hati seseorang akan damai ketika melakukan hal kecil atau besar yang bertentangan dengan nurani.....".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun