Barcelona lagi. Barcelona lagi. Bosan ah. Bisa jadi yang ada dibenak kita ketika menemukan tulisan yang berhubungan dengan klub dari Catatan ini.
Tapi kalau dibilang bosan. Sepertinya tidak juga. Sebab ada saja yang menarik ditulis dan membuat pembaca tertarik.
Terbukti tulisan yang menyinggung klub pemilik gaya tiki-taka ini selalu ramai dikunjungi.
Jadi bagi Barcelonistas segala yang berhubungan dengan Barcelona selalu menarik untuk diikuti.
Di lain pihak, khususnya bagi Madridistas pun penasaran untuk mengikuti. Tujuannya untuk mengkritisi bahkan menyerang untuk berperang opini.
Begitulah riuh rendahnya para penggemar bola. Antara yang pro Barca dan yang anti.
Bagi saya keadaan ini sungguh membosankan dan tidak nyaman. Mungkin bagi sebagian orang suasana ini justru mengasyikan untuk memamerkan kepiawaian berdebat.
Hal yang biasa. Bila seseorang akan mati-matian membela tim kesayangannya dan berusaha mati-matian pula menjelekkan tim lawannya.
Begitulah yang terjadi selama ini antara Madridistas dan Barcelonistas. Sampai-sampai demi untuk membela tim kesayangannya dalam perang opini harus kehilangan akal sehat dan membutakan perasaan.
Kemudian yang terjadi bukan perang opini yang sehat lagi. Tapi saling menyudutkan dan saling lempar caci maki.
Untuk di Kompasiana mungkin tak seberapa parah. Tapi bagi kita yang rajin mengikuti media online olahraga, maka akan menemukan perang komentar yang sangat tidak berperasaan.
Sebenarnya bukan lagi hanya membosankan mengikuti keadaan ini. Tapi sudah menjijikkan dan memuakkan. Ini kondisi yang saya rasakan. Entahlah bagi yang lain.
Berperang opini dan mati-matian membela tim kesayangan sah-sah saja. Namun herannya sampai ada yang mati perasaan demi membela tim kesayangannya.
Pasti ada yang beranggapan saya termasuk pasukan berani mati yang selalu mati-matian membela Los Cules.
Terus terang sebagai penggemar sepakbolanya sejak jaman sekolah dasar sampai sekarang.
Beberapa klub pernah menjadi tim kesayangan saya. Ada Liverpool waktu jamannya John Barnes dan Ian Rush. AC Milan ketika masih diperkuat trio Belanda; Marco van Basten, Frank Rijkaard, dan Ruud Gullit.
Kemudian ada Arsenal, Borussia Dortmund, Parma, dan Chelsea. Namun hanya Barca yang tetap menjadi favorit sampai sekarang.
Sebagai fans Barca, saat menonton secara langsung di televisi adakalanya pun merasa risih. Bila ada pemainnya yang melakukan diving atau mendapat keuntungan dari wasit.
Padahal sebenarnya hal ini bisa terjadi pada klub manapun termasuk Real Madrid.
Sampai kemudian saya merasa bosan juga membela Barca ha ha ha ... Lagian siapa yang minta dibela? Kegeeran!
Pada puncaknya suasana bosan itu semakin kentara ketika ditahan imbang Chelsea dalam lagi semifinal Liga Champions di Camp Nou, Rabu (25/4) dinihari WIB.
Selain bosan karena para pemain Barca tidak juga mencetak gol tambahan setelah dua gol. Saya merasakan gaya tiki-taka bikin bosan.
Skemanya begitu saja. Kaku. Tidak ada variasi lain. Tidak berwarna. Para pemain tidak mencoba berkreasi. Jelas membosankan, bukan?
Semoga dari tiga partai terakhir yang membosankan ini, sang arsitek, Pep Guardiola bisa berpikir lebih cerdas membenahi timnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H