Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Baju Koko Vs Budaya Malu

21 April 2012   11:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:19 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah dengan menggunakan pakaian yang merupakan identitas agama, misalnya baju koko dapat mencegah seseorang melakukan hal yang tidak bermoral?

Sejatinya bisa! Seseorang yang sudah mantap mengenakan pakaian yang mewakili agamanya akan berusaha menjaga perilaku dan moralnya.

Pasti akan merasa malu bila tidak bisa berlaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Berkenaan dengan pernyataan seorang tokoh Betawi yang menegaskan, bahwa bila seseorang menggunakan baju koko bisa mencegahnya urung untuk korupsi.

Sebenarnya masuk akal. Kalau begitu semestinya budaya memakai baju koko dan kopiah serta kerudung wajib dikembangkan.

Pemerintah seharusnya segera membuat aturan agar semua pejabat negara wajib memakai baju koko dan kopi setiap hari.

Begitu juga dengan Ketua DPR, mestinya segera mengeluarkan aturan. Selain tidak bola menggunakan rok mini, semua anggota DPR wajib memakai baju koko dan kerudung.
Tapi yang menjadi pertanyaan. Apakah akan efektif untuk menjadikan para pejabat dan anggota DPR bebas korupsi?

Seperti kita ketahui. Pada saat ini seseorang mengenakan baju keagamaan, dalam hal ini baju koko dan kopiah. Kebanyakan sekadar sebagai identitas, pencitraan, dan menarik simpatik.

Apakah ada yang benar-benar menjaga perilakunya ketika berpakaian baju koko? Pasti ada! Tapi pastinya juga tak banyak.

Mengapa ketika seseorang menggunakan pakaian yang merupakan identitas agamanya, perilaku dan moralitasnya tidak terjaga?

Hal ini menandakan budaya malu sudah hilang atau tinggal bayangan. Dalam hal ini saya tidak perlu memberi contoh.Nanti dikira mengada-ada dan menghakimi.

Silakan lihat saja kenyataan yang ada di masyarakat dan simpulkan sendiri.

Boleh juga diri saya yang menjadi contoh nyata. Di tempat ibadah saya, semua umat diwajibkan mengenakan baju putih lengan panjang. Mau bos atau pengangguran.

Tujuannya untuk mengingatkan, bahwa hati kita itu putih bersih. Tidak boleh berpikiran macam-macam. Cukup satu macam. "Saya orang baik!"

Apa kenyataannya? Hati dan pikiran saya paling bisa putihnya cuma 5 persen. Itupun timbul tenggelam. Sisanya segala macam warna ada. Kebanyakan hitam. Tidak tahu malu, kan?

Ya, budaya malunya masih tipis, sehingga lebih sering memalukan! Saya kira sebagian besar yang baca beda-beda tipislah dengan saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun