Beginilah kalau jadi nasib "orang kecil" dan membutuhkan pekerjaan. Harus "teraniaya" oleh keadaan dan rela menerima nasib. Mengalah dan memaklumi "orang besar" yang punya kuasa.
Kalau kita orang kecil diperlakukan tidak adil itu oleh orang besar, katanya sudah sewajarnya. Tapi kalau orang besar diperlakukan tidak adil oleh orang kecil, maka akan dianggap kurang ajar. Oh, nasib. Siapa yang menciptakan aturan ini? Kurang ajar dan perlu diajar!
Ini sekelumit pengalaman nyata yang saya alami berkenaan dengan hal ini.
Di sebuah perusahaan baru sedang ada penerimaan karyawan. Hari itu datanglah serombongan pelamar baru untuk memenuhi panggilan tes.
Setelah melalui berbagai tes setengah harian. Tinggal satu tes terakhir untuk menentukan diterima atau tidaknya. Yakni diwawancarai oleh manajer.
Mereka disuruh menunggu. Dijanjikan jam 3 manajer baru datang. Tentu saja mereka patuh menunggu. Karena memang butuh.
Tunggu punya tunggu. Jam tiga berlalu. Para pelamar yang sudah menunggu lelah disuruh pulang. Sebab urusan manajer belum selesai.
Mereka diminta kembali lagi jam 10 keesokannya. Semua tetap patuh. Mau apalagi? Namanya butuh. Tapi ceritanya tetap harus menunggu. Membosankan. Apa yang bisa dilakukan? Ada yang tidur-tiduran. Ada yang bolak-balik jajan.
"Kasihan ya, demi untuk dapat pekerjaan harus menunggu terus." kata saya.
"Ya, itu mah resiko!" timpal seorang rekan.
Di lain waktu. Ada seorang pelamar yang datang telat untuk memenuhi panggilan wawancara. Oleh satpam disuruh pulang. Alasannya, baru mau melamar saja sudah telat, apalagi kalau sudah kerja?