Kemiskinan memang tidak jarang membuat manusia berbuat tidak sesuai keinginannya. Terpaksa melakukan hal yang sebenarnya tidak sesuai hatinya. Tetapi untuk membebaskan diri dari kemiskinan atau atas nama ingin mengubah hidup. Manusia sekali lagi terpaksa harus berkompromi.
Sebagaimana layaknya masyarakat di pedesaan yang harus bergelut dalam kemiskinan. Begitulah yang dialami keluarga Pak Somad dan Bu Ijah.
Sebenarnya Pak Somad adalah tipe lelaki pekerja keras, berumur 40-an. Tetapi kerasnya kehidupan dari masa kecil sampai saat ini. Raut wajah Pak Somad tampak lebih tua dari umurnya.
Bu Ijah yang selisih 3 tahun dari Pak Somad, sejatinya seorang ibu rumah tangga. Berkutat di dapur setiap hari dan mengurus anak. Waktu lainnya Bu Ijah pergi ke hutan mencari ranting-ranting untuk menjadi bahan bakar dapurnya.
Anak tertua pasangan keluarga Pak Somad, Lestari kini tumbuh menjadi gadis yang tampak dewasa. Berusia 19 tahun dengan wajah yang ayu.
Demi untuk membantu keluarga dan 3 adiknya yang masih kecil. Lestari selepas SMP pergi ke kota untuk bekerja. Menjadi PRT. Tetapi penghasilan tak seberapa.
Sebenarnya Lestari berniat untuk bekerja di Timur Tengah. Sayang Pak Somad keberatan. Lagipula tak cukup memiliki biaya.
Waktu berlalu, namun kehidupan keluarga Pak Somad tetap seperti dulu. Melalui hari dengan kesusahan ekonomi. Kedua adik Lestari yang masih kecil beruntung masih bisa bersekolah negeri yang digratiskan.
Satu lagi adik yang besar, terpaksa harus tidak melanjutkan SMP-nya sampai tamat. Kemudian menyusul Lestari bekerja ke kota.
Suatu hari, saat Lestari pulang ke kampung. Ada saudaranya yang telah sukses kawin kontrak dengan orang asing
menyambangi. Bermaksud menawarkan ke Lestari kawin kontrak dengan teman suami kontraknya.
Tentu saja Lestari menolak awalnya. Tak pernah membayangkan akan menjalani hidup dengan kawin kontrak. Apalagi di kota Lestari sudah memiliki kekasih.
"Tari, ini kan cuma sementara. Cuman 6 bulan dan uangnya banyak. Apa kamu mau hidup susah terus begini? Kebetulan lagi ada yang mencari jodoh untuk kawin kontrak. Kupikir kamu cocok. Jangan buang kesempatan, Tari!" rayu Ayu, saudara dekat keluarga Tari.
Lestari seakan di persimpangan jalan. Memikirkan kehidupannya yang miskin sejak dari kecil. Tergambar kesulitan dan kesengsaraan.
Apalagi melihat penampilan Ayu yang glamour dengan perhiasan di tubuhnya. Dimana juga Pak Somad tampak mendukung agar Lestari mengambil kesempatan ini.
"Tapi Lestari takut, Abah. Ini juga tidak sesuai hati Lestari!" Lestari memberi alasan kepada orangtuanya.
"Ya, udah. Coba dipikirkan dulu. Besok Ayu datang lagi. Kalau begitu Ayu pamit dulu."
Memutuskan sesuatu hal yang tidak sesuai pilihan memang membuat risau dan kepala pening. Tetapi sebagai manusia yang hidup dalam tekanan. Lebih utama bagaimana bisa segera terlepas dari tekanan menjadi pilihan.
"Tari, Abah juga sebenarnya tidak ingin kamu kawin kontrak dengan orang asing itu. tapi Abah pikir ini kesempatan baik untuk dapat uang. Buat biaya adik-adikmu sekolah dan bayar utang. Kalau sampai Abah tidak bisa bayar, sawah Abah bakal diambil renteiner."
Mendengar penuturan Abahnya, Lestari merasa trenyuh, menitikkan airmata. Menguatkan hatinya dan membulatkan tekad untuk memutuskan tawaran Ayu menjalani kawin kontrak.
Apa boleh buat? Dalam hidup memang harus memilih. Apapun itu. Benar atau salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H