Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Agama Baru, Agama Lama, Memuji dan Menghina!

15 Juni 2011   02:30 Diperbarui: 27 Agustus 2019   14:48 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya duduk manis saat melihat seorang umat berdiri di mimbar dan siap-siap memberikan kesaksiannya. Menarik nafas dalam-dalam, kemudian dengan berapi-api mulai berkata-kata dengan suara yang melengking dan meledak-ledak. _Kalau saya ilustrasikan, mungkin seperti naga yang sedang menyemburkan api lalu menimbulkan kegaduhan.

Ia memuji-muji setinggi langit agama barunya. Tepuk tangan riuh menyambutnya. Semakin bersemangat. Dikatakan, bahwa agama barunya adalah sesuai panggilan hatinya, karena Tuhan telah menuntunnya. 

Agama barunya adalah yang terbaik di atas bumi. Semua hadirin berdetuk kagum dan tentu saja diiringi rasa bangga sambil mengangguk-ngangguk.

Tentu saja saya juga senang mendengarnya, karena saya pikir ia telah menemukan kebenaran jalan hidupnya.

Tetapi ternyata belum selesai. Lalu dengan suara yang berkobar-kobar ia melanjutkan. Ia mengatakan, bahwa ia menyesal dan telah begitu bodohnya mengikuti agama lamanya. 

Agama yang telah menyesatkan jalan hidupnya dan tidak memberikan pencerahan apapun. Agama yang hanya untuk orang yang tidak mengerti hakekat kebenaran.

Lagi-lagi para hadirin menyambut dengan riuh-rendah sambil mengangguk-ngangguk, kecuali saya yang berlawanan, karena saya menggeleng-geleng.  Saya tidak menjadi kagum dan simpatik atas kesaksiannya, karena sikapnya yang telah menrendahkan agama lamanya.

Mungkin kita tidak tahu, sebelum memeluk agama barunya, saat masih memeluk agama lamanya, iapun bersikap demikian. Mengagung-agungkan agama lamanya dan bersikap merendahkan agama lain, mungkin saja agama yang baru dipeluknya.

Bila demikian, apa tidak tertutup kemungkinan, suatu saat ia menemukan agama baru, lalu mengutuk agama yang ditingggalkannya?

Bisa saja, karena ini berhubungan dengan karakter seseorang!

Jadi, siapapun Anda, para sahabat. Saya katakan, apapun agama yang Anda peluk dan mau berapa kali pindah agama demi menemukan kebenaran yang sesuai suara hati. Tolong, jangan pernah sekali-kali, menghujat dan merendahkan agama yang Anda tinggalkan. 

Karena bukan agamanya yang tidak benar, tetapi hanya saja, Anda belum bisa menemukan kebenaran yang ada di dalamnya dan memang belum berjodoh.

Apapun agama yang Anda peluk saat ini, yakini sepenuh hati dan gali segala kebenarannya yang ada di dalamnya. Sampai kemudian mengerti bahwa kebenaran itu bukan terdapat dalam agamanya semata, tetapi pada kebenaran hati yang Anda miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun