Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Wanita Berkelamin Pria [Panggil Saja Aku Li]

5 Mei 2011   12:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:03 3457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku dilahirkan utuh sebagai seorang lelaki. Orangtuaku gembira sekali, karena aku adalah anak pertama mereka setelah menikah tiga tahun.
Aku diberi nama Ali Setiadi oleh orangtuaku.

Ayahku berharap bahwa aku akan segagah beliau kelak sebagai seorang lelaki sejati.
Tetapi sayang, sedari kecil, walaupun jelas-jelas aku berkelamin lelaki, namun sifat wanita lebih dominan dalam perilakuku.

Aku lebih suka bermain bersama sesama wanita dan lebih tertarik dengan segala hal yang disukai layaknya seorang wanita.
Suarakupun lebih halus dan mirip wanita.

Tentu saja hal ini membuat kedua orangtuaku bingung dan kecewa, bagaimana anaknya yang berkelamin lelaki bertingkah lebih mirip seorang wanita?

Berbagai cara dilakukan kedua orangtuaku agar aku bisa hidup layaknya sebagai seorang lelaki. Termasuk berkonsultasi dengan psikiater dan juga orang pintar.

Namun semua usaha itu tidak membuat aku berubah sama sekali, karena aku tetap merasa lebih nyaman sebagai seorang wanita.

Aku sendiri juga terpukul dan tidak mengerti awalnya, mengapa para tetangga suka menggodaku, mengolok-olok, dan mengatai aku "Banci". Aku tidak menyadari, karena diriku sungguh-sungguh merasa sebagai seorang wanita.

Kemudian hari baru aku menyadari, karena aku sejatinya seorang lelaki, tetapi perilakuku layaknya wanita.
Menghadapi semua ini, seringkali aku menangis dan kecewa, mengapa Tuhan mentakdirkan kehidupan seperti ini?
Mengapa aku tidak dilahirkan normal seperti layaknya teman-temanku?

Aku tahu, orangtuaku juga menghadapi hal yang sama. Sikap tabah dan sabar menerima keadaanku dan menghadapi sikap sinis para tetangga selalu mereka tunjukkan. Doa-doa terdengar selalu dipanjatkan. Begitu juga kata "Mengapa" mereka desiskan.

Akhirnya kedua orangtuaku tak berdaya dan ikhlas menerima keadaan diriku sebagai seorang wanita sebagaimana adanya.
Pada awalnya memang malu dengan lingkungan dan kecewa pada kenyataan, tetapi secara perlahan semuanya dapat diterima juga.

Demikianlah kemudian aku tumbuh dewasa dan dikenal sebagai seorang wanita yang cantik rupawan.
Aku kemudian menggantikan namaku menjadi Lili Setiani, tetapi aku selalu mengenalkan diriku dengan menyebut panggil saja aku "Li".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun