[caption id="attachment_102227" align="aligncenter" width="518" caption="GettyImages"][/caption]
Sekali lagi Rizal mencoba menghubungi Tri, karena diliputi rasa penasaran. Lagipula Rizal bukanlah tipe lelaki yang mudah menyerah? Tapi percuma Tri tetap tidak menjawab telponnya. Rizal merungut kesal, hampir-hampir telepon genggam ditangannya dibanting.
“Sebegitu besarkah cintamu pada Li itu Tri? Sampai tidak peduli dan mengabaikan aku yang jelas-jelas sangat menginginkan cintamu dan seiman?”Rizal berpikir kalau Li lah yang menghambat cintanya pada Tri saat ini, padahal tidak lagi.
Tri sekarang malah sedang sibuk menyemai benih-benih cinta di hatinya untuk Ramli. Rizal lupa bahwa Ramli sosok sederhana itu ternyata mampu menarik perhatian dan meluluhkan hati Tri. Bagi Rizal, Ramli bukanlah rival yang sesuai, secara dari tampilan luar saja Rizal jauh lebih macho, sehingga ia yakin Tri tidak akan terjerat cinta Ramli. Perkiraan Rizal meleset jauh, Rizal tidak tahu makna cinta yang sesungguhnya.
Mencintai adalah untuk menyenangkan orang yang kita cinta dan itu tidak cukup hanya dengan mengerti saja, tetapi lebih jauh seorang pecinta harus memahami orang yang dicintainya. Dengan mengetahui apa yang disenangi dan bagaimana menyenangkan orang yang dicinta itu.
Rizal mencintai Tri hanya dengan mengedepankan egonya, dia yang gagah mapan, dan cerdas. Bagi Tri itu tidak cukup untuk menarik hatinya. Tri lebih memilih Ramli yang pendiam dan bersahaja, karena Ramli ternyata mencinta dengan tulus tanpa menuntut.
Baginya mencinta adalah memberi dengan ikhlas, dan sudah sangat bahagia dengan cintanya itu.
***
Tri mengabaikan deringan di hpnya. Dalam batin Tri bergumam? “Maafkan aku Rizal, aku tidak bisa menerima cintamu. Mungkin aku lebih memilih Ramli sebagai pengganti Li dalam hidupku. Aku tidak menemukan sesuatu pada dirimu yang membuatku nyaman berada dekatmu. Aku tahu belum mampu mencintai Ramli dengan sepenuh hatiku, tapi aku akan belajar untuk memberinya cinta yang utuh ? Aku berharap padanya, ia akan membimbingku dalam mengarungi hidup ini dan pelan-pelan aku akan berbahagia bersamanya. Seperti bahagianya aku saat bersama Li. ”
* “Fer, malam ini kamu ada waktu?” Tanya Li saat berpapasan denga Fera ketika hendak keluar kantor di lobi.
“Li, buat kamu, aku selalu punya waktu spesial!” Fera tertawa riang menanggapi pertanyaan Li.