Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Dua Agama [5]

26 Maret 2011   02:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:26 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1301109023563400802

Kolaborasi: Fitri y. Yeye dan Katedra Rajawen

Sebelumnya, 4, 3, 2, 1

[caption id="attachment_98257" align="alignleft" width="506" caption="Saat-Saat Yang Selalu Diharapkan/GettyImages"][/caption]

Cinta seharusnya menciptakan sebuah keindahan bagi hidup anak manusia…..lalu mengapa harus ada kebimbangan dan kegelisahan menghampiri???

*

Tri masuk ke kamarnya, tanpa membahas apa-apa hasil makan malam itu bersama keluarganya. Tri diam seribu bahasa dan kehilangan selera. Sama sekali makan malam yang baru saja berlangsung tidak meninggalkan kesan istimewa di hatinya, selain hanya bernostalgia bertemu sahabat di masa lalu.

Sudah pukul 21.00 wibb. Tri ingin tidur dan melupakan saja semua peristiwa yang silih berganti menguji cintanya. Tri duduk dengan hati galau di bibir tempat tidur. Baginya cinta yang ia bina bersama Li adalah cinta sejati. Cinta yang tercipta bukan karena desakan nafsu. Cintanya adalah cinta yang disatukan karena hati mereka yang satu. Tri begitu yakin bahwa Li adalah pelengkap dan penyempurna tulang rusuknya.

Tri sama sekali tidak percaya kalau cinta itu buta, sebab cintanya dengan Li mampu melihat perbedaan yang ada diantara mereka. Dan mereka bisa saling setia menjaga perbedaan itu. Mengapa mereka salah karena ingin menyatukan cinta itu dalam satu ikatan perkawinan yang abadi?.

Tri mengambil lagi hp nya, dan menekan satu nomor. “Malam sayang.., apa kabarmu?” Suara di seberang menyapanya dengan hangat, Tri tidak bicara apa-apa. Hanya diam, membiarkan kekasihnya memberondongnya dengan berjuta pertanyaan. Rasanya Tri ingin menangis, ia butuh Li saat- saat seperti ini. Ia merasa tidak kuat dan lemah.

“Ayo bicara, ada apa? Aku merasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan, Tri! Kamu mau dijodohkan kah?” Suara Li kembali menyapanya dan menduga dengan tepat. Begitu sehatinya mereka, soal yang tidak terucap di bibirpun mampu dibaca oleh hati kekasihnya. Tri benar-benar ingin menangis memikirkan nasib cintanya kini.

“Tidak ada apa-apa, hanya ingin mendengar suara Koko saja.” Dengan lemah Tri menjawab. Air bening itu menggenang juga di bola matanya, sekuat tenaga Tri menahannya agar tidak jatuh. Tri tidak ingin kekasihnya gelisah saat dia tahu ia kini tengah menangis. Li tidak mau Tri menjadi wanita yang cengeng, Tri berusaha agar tetap terdengar tegar oleh kekasihnya di seberang.

“O ya, ya udah kalau begitu.., istirahat saja dulu. Mungkin kecapean.” Sambung Li tidak berusaha mendesak dan mencoba memahami keadaan kekasihnya. “Iya, selamat malam, Ko.., sayangku untukmu !” Dengan berat ia matikan hp itu. Padahal sebenarnya banyak hal yang ingin ia sampaikan pada kekasihnya itu. Ingin menumpahkan segala uneg-uneg yang mengganjal.

Tri merebahkan tubuhnya di kasur empuk di kamarnya. Kamar yang dulu selalu ditempatinya saat masih tinggal di sini. Tempat tidur mungil berukiran bunga mawar berwarna putih, sekarang sudah agak menguning, karena sudah lama ditinggalkannya. Lemari berukuran cukup besar berwarna senada dengan tempat tidurnya. Semuanya masih seperti dulu, terpajang di tempat yang sama. Mama tidak akan memindahkannya, karena biasanya Tri lah yang suka menggonta ganti tempat saat ia telah bosan dengan suasana.

“Oh, Tuhan, aku hanya ingin Li yang menjadi pendamping hidupku, bukan yang lain, karena ia adalah belahan hatiku. Kami adalah sehati yang tak mungkin untuk terpisahkan!” Hati Tri berseru!

Tri belum puas berseru, “Jangan ambil kebahagiaan kami. Agama dan suku kami memang berbeda, tapi darah dan hati kami adalah sama. Cinta kamipun sama warnanya! Tolong, Tuhan, ajari aku untuk memahami! Apakah perkawinan beda agama itu karena kehendakMu atau karena kepicikan manusia?”

Berjuta pertanyaan menyerangnya tanpa henti. Tak sekejappun matanya bisa terpejam. Tri kembali duduk, beranjak ke kamar mandi. Ia berwudhu dan shalat dua rakaat. Dalam heningnya malam Tri bersimpuh di hadapan Tuhannya. Mengeluhkan segala beban berat yang dipikulnya. Tanpa malu Tri memohon petunjuk kepadaNya yang Maha Memberi Petunjuk, memohon hidayah dan rahmatNya.

Air mata luruh di pipinya, dengan tersedu ia menangis dalam doanya yang panjang. Tri sepenuhnya menyadari tiada daya dirinya untuk menghentikan semua kecamuk dalam jiwanya.

“Tuhan, Aku tahu dan percaya Engkau Benar, JanjiMu benar NabiMu benar dan agamaMu benar, Maka tunjukkanlah aku kebenaran itu. Jika pilihanku ini adalah benar maka mudahkan jalannya bagiku. Dan jika menurut Engkau ini salah maka tuntunlah aku, agar bisa keluar darinya dengan cara terbaik. Bukankah segala urusan itu bagiMu sangatlah mudah.”

“Tuhan Rezki, jodoh dan maut itu adalah ketentuanMu. Aku hanyalah manusia bodoh yang tidak tahu apa-apa dan tiada pula aku puya kekuasaan atasnya. Engkaulah yang Maha Tahu segala-galanya. KepadaMu aku bertanya, kepadaMu aku meminta. Aku hanya menjalankan semua ketentuan yang telah Engkau gariskan, sekuat tenaga aku berusaha mendapatkan semua keinginanku. Namun Engkaulah yang menentukan segalanya. Berikanlah aku kekuatan agar aku tabah menjalani cobaan ini.”

Entah berapa lama Tri bermunajat kepada Sang Khalik, sampai mengering air matanya. Ketentraman mulai menyusup ke dalam relung hatinya, bisikan-bisikan nuraninya mulai sanggup ia dengar. Begitu banyak suara-suara hati yang menguatkannya. Hingga akhirnya ia tersenyum menutup doa malamnya. “ Tuhan kuserahkan hidup dan matiku kepadaMu. Engkaulah pemilik hati dan jiwa ini, Engkau yang Maha membolak-balikkan hati. Berikan ketetapan hati kepadaku agar tidak salah aku memilih.”

Akhirnya Tri tertidur juga dalam perasaan damai, malam itu ia bermimpi bertemu kekasihnya bersanding di pelaminan. Semua bagaikan nyata. Betapa bahagianya Tri. Begitu banyak tamu undangan yang hadir untuk turut merasakan kebahagiaannya. Tri dan Li benar-benar menjadi raja sehari. Namun saat terbangun, pesta telah usai dan kebahagiaanpun lenyap seketika.

* Tanpa diduga, entah angin apa hari itu Tri kedatangan tamu yang tak diundang. Saat hatinya galau, Rizal berkunjung. Spesial untuk mengambil hati Tri, sepertinya.

“Apa kabar, Tri? Kebetulan aku sedang lewat sehabis ada keperluan di tempat saudara!” Rizal beralasan atas maksud kedatangannya.

“Oh, begitu?” Tri menanggapi dengan enggan. Namun karena Rizal adalah tamu, mau tidak mau Tri harus melayani. Apalagi kedua orangtuanya sedang ada keperluan keluar. Tri menerima Rizal di beranda rumah dengan pemandangan pohon-pohon yang rindang.

“Apakabarnya setelah liburan di kampung, Tri?” Rizal bertanya dengan penuh simpati.

“Baik!” Suara Tri terdengar pelan tanpa menoleh.

“Lumayanlah melepaskan kerinduan dan penat. Aku merasakan hal yang sama. Bisa pulang kampung benar-benar memberikan energi yang lebih!” Rizal begitu semangatnya berbicara.

“Oh ya, orangtuamu mana, Tri?” Tanya Rizal saat merasakan rumah Tri yang sepi senyap. Duduk dalam pikiran yang melayang Tri menjawab sebisanya,”Ada keperluan keluar rumah!” Sebenarnya Tri ingin cepat-cepat meninggalkan Rizal bila ada orangtuanya yang menemani.

Tapi . . . Hp dalam genggaman Tri berdering dan hatinya langsung terasa riang. “Halo, Koko Li, lagi dimana? Kapan datang menjemput aku dan bertemu kedua orangtuaku disini? Haaa?! Apaaa??? Kamu sedang dalam perjalanan kesini dan sudah mau sampai?” Tri antara gembira dan kaget mengetahui bahwa Li sedang menuju ke rumahnya. Pasti Li ingin membuat kejutan atas kedatangannya yang diluar rencana.

Lalu???

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun