Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Simponi yang Indah Dalam Keharmonisan Nada

23 Februari 2011   11:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1298475695480833319

Perpaduan suara-suara alat musik yang menyatu akan menghasilkan sebuah simponi yang indah.

[caption id="attachment_92797" align="aligncenter" width="600" caption="hileud.com"][/caption]

*

Dalam sebuah toko musik berkumpullah beberapa alat musik yang dipajang. Dengan bangga mereka memamerkan dirinya untuk menarik perhatian pengunjung yang sedang memilih-milih.

Biola mempromosikan dirinya,"Tuan, suara yang dihasilkan olehku yang paling indah, karena aku diciptakan dari bahan-bahan yang sempurna, sehingga akan menghasilkan musik yang sangat merdu! Buktinya di dunia ini begitu banyak manusia yang memainkan diriku!"

Lalu biola mengeluarkan suaranya dengan bangganya. Merdu memang! Pengunjung itu tersenyum penuh arti.

"Tidak!" Teriak Flute yang ada disamping biola. "Suara apa itu? Tuan, suaraku ini sebenarnya paling indah dan merdu. Coba tuan dengarkan baik-baik!" Flute tak mau kalah mengeluarkan suaranya dengan bangga pula.

Belum sempat pengunjung itu menanggapi, tak jauh dari biola dan flute, terompet berteriak,"Sudah, sudah, kalian itu bikin gaduh saja dengan suara kalian. Tuan, mendekatlah kesini. Aku akan tunjukkan, bahwa suara musik yang dihasilkan dari diriku adalah yang paling indah. Dengan sombong trompet mendemokan suaranya.

"Benar, kan, suaraku yang paling merdu?" Tanya trompet untuk mendapatkan pengakuan.

Pengunjung itu, lagi-lagi tersenyum.

"Diam, diam semuanya! Mari, tuan, disini sebenarnya yang paling indah itu adalah suaraku." Kata drum tak mau kalah.

"Penggemarku paling banyak di dunia ini. Kalau tuan mau jadi pemusik handal, belilah aku dan mainkan. Tuan pasti akan puas karena dapat menikmati irama yang aku hasilkan. Selain itu bisa membuat fisik tuan lebih sehat dan kuat ketika memainkan diriku!" Promosi drum penuh semangat.

Klarinet dan tamborine yang tidak begitu percaya diri, karena memang penggemarnya jarang, hanya bisa bersuara seadanya,"Sebenarnya suara musik yang dihasilkan kami juga indah, karena kami adalah alat musik yang unik dan antik. Penggemar kami memang tak banyak, tapi siapa takut untuk bersaing!"

Klarinet dan tamborine dengan malu-malu mengalunkan suara mereka semerdu mungkin.

Akhirnya ruangan alat-alat musik itu menjadi gaduh, karena masing-masing alat unjuk kebolehan untuk menunjukkan suaranya yang paling bagus dan merdu. Bisa dibayangkan suara masing-masing alat musik yang sebenarnya merdu itu, hanya bisa menghasilkan suara music yang amburadul. Memekakkan telinga bikin suasana tak nyaman.

"Cukup! Cukup, cukup, teman-teman. Tolong hentikan ulah kalian yang ternyata egonya masih besar!Kata pengunjung tadi yang ternyata adalah seorang kondaktor.

"Suara yang dihasilkan oleh kalian sebenarnya indah dan merdu semua. Masing-masing punya penikmatnya sendiri. Tetapi ketika kalian masing-masing penuh dengan ego mempertunjukkan kebolehan dengan masing-masing merasa suaranya yang paling bagus. Yang terdengar hanyalah suara kegaduhan."

Sang kondaktor berhenti sejenak memperhatikan keadaan lalu melanjutkan. "Tapi apabila kalian mau dan bisa bekerja sama, maka akan menghasilkan sebuah simponi atau keharmonisan nada-nada yang sangat indah!"

Semua alat-alat musik itu saling bertatapan, lalu kompak mengeluarkan suara bagaikan sebuah koor,"Apa benar bisa, tuan?!

"Pasti bisa, kalau kalian mau coba dengan membuang ego masing-masing terlebih dahulu!" Kata sang kondaktor tersenyum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun