Kesetiaan, ketulusan, dan keyakinan, itulah kekuatan untuk menghadapi badai kehidupan sebuah rumah tangga….
[caption id="attachment_90832" align="alignleft" width="400" caption="Mewkili senyum Ci Amei//m.kaskus.us"][/caption]
*
Aku tak percaya akan kesabaran wanita itu yang tahan hidup dengan seorang pria pemarah dan pemabuk. Suka main perempuan dan penjudi. Aku sebagai lelaki saja menjadi marah melihat sikap suami yang begitu gampangnya mencaci-maki istri sendiri di depan orang banyak. Keterlaluan!
Wanita itu adalah biasa aku panggil Ci Amei. Perawakannya sedang dengan wajah oval dan putih. Ayu tampak keibuan. Ehm, cantik juga menurut ukuranku. Umur 30 tahun, kutahu dari bisik-bisik tetangga.
Kami bertetangga, sehingga sedikit banyak aku tahu tentang keadaan rumah tangganya. Sepuluh tahun sudah Ci Amei menikah dengan lelaki yang bernama Tedi. Dikaruniai dua anak yang lucu. Dua-duanya wanita yang manis. Alan dan Alin nama kedua gadis mungil itu.
Setahuku sebelumnya mereka adalah pasangan yang bahagian. Aku juga cukup baik mengenal Ko Tedi, suaminya Ci Amei. Walaupun jarang ketemu, karena sering bisnis keluar kota.
Tetapi sejak dua tahun terahir ini, sepertinya terjadi perubahan dari suaminya Ci Amei. Hal ini diketahui karena seringnya terjadi keributan antara mereka. Sebagai tetangga bersebelahan, tentu saja akan menangkap jelas masalah keributan mereka.
Aku tidak sengaja untuk menguping, tetapi suara keributan begitu gampang terdengar dari mulut Ko Tedi yang berteriak-teriak. Ci Amei hanya bisa lebih memilih diam dan menenangkan kedua anaknya yang menangis ketakutan.
Sejak bisnis yang dijalankan Ko Tedi bangkrut dan kemudian bekerja serabutan, perangainya jauh berubah. Ci Amei kemudian juga harus membantu kebutuhan keluarga dengan bekerja.
Walaupun penghasilannya tidak tetap, tetapi waktunya lebih banyak dihabiskan untuk minum-minum dan curi-curi main judi bersama teman-temannya. Ujung-ujungnya mulai main perempuan juga. Bermodalkan uang pinjam sana-sini.
Jika Ci Amei menegur atau mengingatkan karena seringkali pulang menjelang pagi dengan mulut bau minuman keras. Tidak senang dan marah-marah, adalah menjadi kebiasaan suaminya kini. Bahkan aku pernah melihat muka Ci Amei menjadi biru lebam dibagian bibirnya.
Ci Amei berusaha menutupi penderitaan dan rasa sakitnya dengan tidak mau mengadu kemana-mana dan siapapun. Sungguh wanita yang luar biasa sabarnya.
Gaji hasil kerjanya yang semestinya untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan sekolah Alan dan Alin yang masih SD kelas 3 dan 2. Tak jarang lebih digunakan untuk membayar utang-utang suaminya.
Para tetangga tahu keadaan keluarga Ci Amei menjadi kasihan padanya. Sebagian hanya bisa geleng-geleng kepala dan sebagian lagi memprovokasi agar Ci Amei minta cerai saja. Tetapi Ci Amei hanya menanggapi dengan senyuman dan gelengan lembut kepalanya.
"Tidak! Ini memang sudah nasib dan garis hidup yang harus saya jalani. Tidak apa-apa!"
Tentu saja sikap Ci Amei dicibir dan dianggap sebagai wanita bodoh. Mengapa masih tahan dan mau hidup dengan lelaki brengsek model suaminya itu?
"Bagiku, menikah itu seumur hidup itu cuma satu kali saja. Kalau keadaanku harus begini, ya itu memang sudah karmaku. Aku harus bisa dan mau menerimanya. Penderitaan ini harus bisa kutanggung dan kulewati!" Kata Ci Amei pada seorang ibu-ibu teman dekatnya.
Bukannya minta cerai, justru Ci Amei yang seorang buddhis itu, rajin mendoakan suaminya. Melimpahkan kebajikan agar karma buruk antara dia dan suaminya cepat berkurang.
Bagi Ci Amei yang menjadi seorang pemeluk agama Buddha, sangat meyakini kebenaran tentang hukum karma. Ci Amei percaya keadaan yang dialaminya kini adalah memang buah yang harus ia terima.
Sebagai seorang umat buddhis yang taat, perkawinan baginya hanyalah sekali saja dalam hidupnya kecuali kematian yang memisahkan. Keyakinan itu semakin menguatkannya untuk lebih sabar dan lebih berbuat baik lagi terhadap suaminya.
Bukan hanya dalam hitungan hari dan bulan Ci Amei terus bertahan, tetapi sudah melewati hitungan tahun lamanya untuk bertahan dalam rumah tangga yang penuh petaka ini.
Waktu yang panjang dan melelahkan harus dilalui. Ci Amei tiada putus asa dan tetap percaya akan ada masa terang baginya. Dalam pemahamanku yang lebih mengutamakan logika dan kepintaran tentu, apa yang dilakukan Ci Amei sungguh adalah kebodohan semata.
Tetapi sebuah keyakinan tentu saja tidak bisa hanya begitu saja. Semua itu melintasi logika pemikiran. Apa yang aku pikir adalah kebodohan, sesungguhnya adalah sikap orang yang mengerti.
Ci Amei, melewati hampir setiap harinya bersujud di depan altar Buddha di rumahnya. Menyembah dan membaca parita suci untuk membuka kearifannya dan juga dilimpahkan untuk membuka kearifan suaminya.
"Para Buddha dan Dewi Kwan Im yang welas asih, bukalah kearifan yang ada pada suamiku, agar ia sadar dan kembali menjadi suami dan ayah yang baik bagi kami!" Demikian doa yang sering dipanjatkan Ci Amei.
Tentu saja, tiada usaha yang sia-sia. Pada akhirnya mulai terjadi perubahan pada suaminya. Keajaiban terjadi. Kuasa kekuatan ketulusan seorang wanita bereaksi. Ko Tedi, suaminya Ci Amei pada suatu malam menangis dan bersujud di kaki Ci Amei. Meminta maaf dan menyesali kesalahannya selama ini.
Tentu saja Ci Amei merasa lega, seakan segala beban terlepaskan. Kesabaran dan ketulusan serta keyakinannya dapat membuat suaminya bertobat kembali ke jalan yang benar.
Keyakinan Ci Amei, bahwa perceraian bukanlah pilihan dan jalan yang benar, membawa kebahagiaan yang sesungguhnya. Suaminya kini berubah 180 derajat. Kembali semangat membuka usaha dan taat beribadah.
Sejak itu, aku melihat Ci Amei dan Ko Tedi hidup penuh kebahagiaan bersama kedua anaknya. Rejeki lancar, selalu berbuat jasa pahala membantu sesama.
"Ketulusan, kasih, dan keyakinan istriku, si Amei yang membuat aku tak berdaya dan mengharukan aku untuk bertobat. Kalau bukan karena dia, mungkin hari ini aku sudah menjadi lelaki yang paling bejat!" Ko Tedi memberikan kesaktian kepada beberapa temannya dan kebetulan aku turut mendengarkan.
Inspirasi Sebelumnya 22, 21, 20, 19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H