Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dialog Kebenaran dan Kesalahan (50k - Aku dan Sang Guru)

6 Januari 2011   11:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:54 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adakah kebenaran yang benar-benar benar di dunia ini?
Begitu juga adakah kesalahan yang salah sesalah-salahnya?

*
"Setiap manusia memiliki keegoan. Ada yang bisa mengendalikan, ada juga yang dikendalikan. Pencapaian tertinggi adalah ketika bisa membuangnya, karena itu memang bukan milik manusia sejati.
Ketika manusia masih dikuasai keegoan maka akan selalu ada yang namanya kebenaran dan kesalahan."
Demikian pesan Sang Guru membuka pertemuan untuk berdialog dengan para murid di aula.

"Guru, jadi itulah sebabnya selisih terjadi perselisihan antar manusia sebagai yang paling benar?" Aku mendahului untuk bertanya.

"Betul, sahabatku. Aku yang paling benar dan kamu adalah yang sekadar benar dan salah adalah pemikiran hanya milik mereka yang masih terbelenggu oleh keegoan. Masih ada dualisme didalam dirinya.
Mereka yang masih memiliki pandangan benar dan salah, belumlah dikatakan telah membebaskan dirinya."

"Guru, bukankah ketika guru berusaha menjelaskan kepada kami tentang yang salah dan benar adalah juga kesalahan?" Tanya seorang murid yang lebih senior.

"Aku juga berpikir demikian, guru!" Aku mempertegas pertanyaan.

Tersenyum, memejamkan mata, dan mengangguk Sang Guru.
"Bisa dikatakan demikian, wahai muridku. Ketika kita merasa sedang membicarakan kebenaran, ternyata kita juga melakukan kesalahan. Sebab, sesungguhnya kebenaran itu tidak bisa dikatakan. Ketika dikatakan ia bisa menjadi bukan kebenaran lagi.
Mengapa? Ketika menurutmu adalah kebenaran, bagi orang lain belum tentu adalah kebenaran. Sebaliknya bisa dianggap sebagai kesalahan.

Ketika engkau percaya kebenaran tentang adanya Tuhan, bisa saja itu adalah kesalahan dan kebodohan bagi orang lain yang juga dalam keyakinannya tidak percaya adanya Tuhan.

Ketika dalam keyakinanmu percaya akan adanya Tuhan, engkau menghakimi yang tidak percaya, bukankah engkau juga melakukan kesalahan.
Bagimu orang yang tidak percaya adanya Tuhan adalah kesalahan dan orang bebal, bisa saja ia sedang melakukan kebenaran, sebab ia memang belum melihat Tuhan!

Ketika engkau merasa paling benar dan melihat kesalahan orang lain, sesungguhnya kesalahan itu ada pada dirimu. Karena masih dalam pemahaman dualisme benar dan salah. Sebab di dalam hati yang benar tidak akan dapat melihat kesalahan orang lain lagi.
Itulah yang dikatakan melampaui kebenaran dan kesalahan!"

"Guru, memikirkannya saja aku tak sampai, bagaimana aku dapat mencapainya?!" Aku demikian cepat mengajukan apa yang ada diisi kepalaku.

"Sahabatku, jangan berpikir bisa atau tidak bisa. Tetapi bebaskan pemikiran itu. Sebab bukan bisa atau tidak bisa, karena ketika kesadaran agung yang ada didalam setiap pribadi terbangkitkan, maka semua itu akan tercapai dengan sendirinya!"
Suara lembut Sang Guru menghentak kesadaranku seketika, bahwa aku tak boleh meremehkan diriku.
Setiap manusia memiliki kemampuan yang sungguh luas.

"Terimakasih, guru, aku belajar untuk membebaskan diriku dari keterbatasan untuk mencapai yang tak terbatas. Bahwa setiap manusia dapat mencapai kebebasan karena memang memiliki kemampuan itu!"
Seakan aku berkata untuk menyadarkan diriku.

"Bukan kebenaran atau kesalahan yang terpenting untuk dipahami. Tetapi dapat mencapai kesadaran adalah yang lebih penting lagi, karena kesadaran akan membebaskanmu dari keduanya!"
Sang Guru mengingatkan kembali.

"Ya, membebaskan!" Gumamku.

"Achhh. . . "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun