Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

#M (Memaafkan dan Melupakan)

26 Desember 2010   01:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:23 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

REFLEKSI DIRI DARI A-Z:


Bisa memaafkan dan kemudian melupakan, tentulah tidak semudah diucapkan, tetapi memerlukan sebuah kerendahan hati dan ketulusan!
Adakah aku memilikinya?

*
Kata "maaf" mungkin sudah terlalu familiar bagi kita. Bahkan mungkin sudah menjadi sebuah kata yang usang. Karena memang sudah begitu sering kita gunakan.
Tetapi apakah benar-benar kita pahami makna secara mendalam dan menjadi pedoman hidup?
Itulah masalahnya!

Seperti orang bijak mengatakan, bahwa kita harus bisa memaafkan kesalahan orang lain. Karena kita sendiri juga banyak kesalahan. Dengan bisa memaafkan orang lain, maka kita sendiri juga dimaafkan.
Tentu kita tahu untuk memaafkan. Tetapi apakah kita memiliki kerendahan hati untuk bisa memaafkan?
Ini juga yang menjadi masalah!

Bisa memaafkan memang tidak semudah seperti dikatakan. Selama ini kita memang sudah diajarkan agar bisa memaafkan. Namun untuk bisa benar-benar memaafkan dan kemudian melupakan, susahnya memang luar biasa.
Apakah aku telah bisa melakukannya?

Selama ini aku memang sudah sering membaca atau mendengar kata-kata "memaafkan dan melupakan" tetapi belum meninggalkan kesan yang mendalam.
Sampai pada saat si kecil ketika itu berumur 5 tahunan, berkata,"Papi, jadi orang itu harus bisa maafin dan lupain!"
Sungguh menusuk ke ulu hati.
Mengapa si kecil berkata demikan padaku?

Suatu ketika terjadi perang dingin antara aku dan maminya, sehingga saat itu di dalam kamar kami saling diam seribu bahasa. Wajah cemberut dalam tatapan kosong di depan televisi.
Melihat keadaan rupanya si kecil menyadari.

"Papi dan mami lagi musuhan ya?!" Celetuknya.

"Tidak. . ." Jawab kami hampir berbarengan.

"Jangan bohong, buktinya dari tadi dede lihat diam saja!" Si kecil melirik ke arahku dan kearah maminya. Kemudian dengan mimik tapi tapi tetap tampak lucu, melanjutkan kata-katanya.
"Jadi orang itu harus maafin dan lupain, tau!"

Mendengar perkataan si kecil itu, langsung membuat kami saling melirik dan tak tahan untuk tersenyum.
Tapi tidak sampai disitu, rupanya si kecil melanjutkan aksinya. Ia memegang tanganku dan tangan maminya, mengarahkan supaya bersalaman.
"Nah, itu baru namanya papi dan mami dede!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun