Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arak, Asusila, dan Emosi

7 Desember 2010   11:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:56 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia adalah medan pertempuran bagi hidup manusia. Terjerumus atau menjadi pemenang, semua kembali kepada ketenangan dan kesadarannya dalam menjalani hidupnya.

Pada awalnya hati manusia adalah tenang. Tenang tak ada riak yang menyebabkan gelombang. Jernih tidak keruh. Bersih tiada debu. Setelah hidup di dunia karena adanya wujud, sensasi, dan juga persepsi, mulailah timbul riak-riak kecil. Mulailah ketenangan dan kejernihannya terganggu.

Dunia ini memang tempat yang sungguh memabukkan bagi anak manusia. Memabukkan sehingga tidak sadar lagi akan tujuan dan maknanya hidup di dunia. Mabuk menyebabkan kehilangan kesadaran.
Manusia menjadi mabuk karena arak kehidupan. Bagaikan seseorang yang yang menenggak berbotol-botol arak, tentu saja akan membuatnya mabuk berat. Bahkan bisa sampai tak sadar-sadar dari kemabukkannya.

ARAK KEHIDUPAN

Arak kehidupan bukanlah arak biasa yang kita minum layaknya minuman. Tetapi arak itu adalah segala wujud yang menimbulkan sensasi sehingga menimbulkan persepsi bagi manusia timbul keinginan untuk melekat padanya.
Manusia menjadi begitu mabuk oleh harta, cinta, dan juga tahta.

Umumnya manusia dalam hidupnya selalu mendambakan harta dan dianggap sebagai pusaka. Memang benar manusia hidup perlu harta berupa materi. Tidak ada materi sulit menjalani hidup. Bahkan ada yang beranggapan tidak akan bisa hidup bila tanpa materi. Tetapi tanpa materi belum tentu menyebabkan menyebabkan manusia tidak bisa hidup. Sebenarnya hal ini adalah sebuah persepsi saja. Ada pemahaman yang salah tentang materi karena manusia telah dimabukkan.

Kenyataannya manusia hidup memang membutuhkan materi dan wajib mencarinya demi kelangsungan hidupnya. Akan tetapi yang terjadi adalah manusia sampai rela mengorbankan nurani dan mati-matian untuk mendapatkan materi. Begitu ambisi dan melekatnya, sehingga manusia menjadi mabuk tidak sadarkan diri oleh materi. Karena telah mabuk tak sadarkan diri, manusia bahkan memberhalakan uang.
Sama halnya materi atau uang, cinta walaupun tak berwujud tetapi memang membuat beribu atau berjuta anak manusia bermabuk ria didalamnya. Bahkan berapa banyak sampai menjadi buta dan mengerang nyawanya.

Cinta sejak dari dahulu kala sampai saat ini, benar-benar adalah sebuah perasaan anak manusia yang memabukkan sehingga bisa melupakan segalanya.
Tentu cinta yang dimaksud bukanlah cinta yang sejati tanpa pamrih. Itulah cinta duniawi namanya.


Kemudian tahta atau kekuasaan dan kedudukan. Betapa pentingnya dan terhormatnya untuk memiliki kedudukan dan kekuasaan. Manusia menjadi berlomba-lomba-lomba ingin meraihnya. Segala cara dilakukan. Dengan cara yang tidak terhormat dan keji sekalipun.
Lihatlah berapa banyak manusia yang telah menjadi mabuk didalam kekuasaannya. Lupa segalanya sehingga melupakan dirinya sebagai manusia.


ASUSILA KENIKMATAN YANG MENYESATKAN

Benar-benar perbuatan asusila sudah merajalela dan menguasai sendi-sendi kehidupan manusia. Semakin hari perbuatan asusila sepertinya sudah mendapatkan tempat dan dilegalkan. Dengan bebasnya manusia bisa melakukan perbuatan asusilanya tanpa sungkan dan merasa harus malu.

Lihatlah dimana-mana ada aksesnya berupa pornografi yang menyebabkan terjadinya perbuatan asusila. Semakin hari mudah menemukan segala hal-hal menjadikan pikiran mesum untuk melakukan perbuatan asusila. Pikiran menjadi begitu mudah
terpengaruh dan terjatuh dalam pelukan nafsu.

Hubungan pria dan wanita yang tidak pantas begitu mudahnya terjadi. Melakukan perbuatan asusila atas nama suka sama suka katanya tak apa-apa. Toh tidak ada yang dirugikan. Benarkah?
Pemikiran atau pembenaran inilah yang semakin membuat kita terjerumus dalam perbuatan asusila.

EMOSI ADALAH PEMBAKAR NURANI

Ada kata bijak yang berbunyi: seluruh pahala dapat terbakar oleh hanya satu emosi saja!
Setiap manusia pasti memilih emosi. Bisa mengendalikannya atau tidak itu yang menjadi masalahnya.

Emosi telah begitu menguasai hidup manusia. Banyak hal-hal sepele harus disikapi dan diselesaikan dengan emosi. Hanya karena satu emosi, bukan hanya menyebabkan satu nyawa melayang, tetapi bisa ratusan, bahkan ribuan.

Emosi sungguh menjadi racun yang mematikan dan dapat meracuni diri sendiri. Mengumbar emosi sudah menjadi keseharian yang sepertinya sulit dilepaskan. Bahkan sudah menjadi karakter manusia.


PENGENDALIAN SEBAGAI OBAT DAN SOLUSI

Melihat semua hal ini yang lebih disebabkan karena manusia tidak bisa mengendalikan dirinya sehingga tidak ada ketenangan lagi pada dirinya. Manusia berbuat bukan seperti dirinya lagi karena tidak dalam keadaan sadar.

Langkah pertama adalah adanya kesadaran didalam diri. Menyadari bahwa telah ada yang salah dalam cara hidup kita. Tidak lagi sesuai kebenaran yang telah diajarkan dan kehendak Tuhan.
Bertobat atas semua kesalahan bisa lebih meringankan langkah menuju kesadaran yang lebih tinggi lagi.

Melatih diri agar dirinya dapat terkendali adalah sebuah solusi. Caranya tentu banyak yang bisa kita lakukan. Seperti apa yang diajarkan agama yang kita anut. Melakukan meditasi atau metoda yang sesuai bagi kita. Tujuannya adalah untuk membuat hati bisa tenang dan pikiran menjadi jern.

Dari semua itu yang terpenting adalah adanya kemauan untuk menjadi manusia yang sesungguhnya.
Semoga kesadaran selalu menaungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun