Duduk membisu memandang sayu
Dua anak dalam dekapan pilu
Hatinya nyeri tertusuk sembilu
Melayang jauh
Sang suami asik bercumbu
Memperlakukannya bagai babu
Menceraikannya, dan ia hanya dapat membisu
Ibukota yang menjadi harapantak ramah baginya
Terlanjur sudah menjadi derita
Airmatapun menjadi sia-sia
Trotoar menjadi temannya kini
Melepaskan lelah setiap hari
Dalam hiruk pikuk ia merasa sepi
Tak malu demi si buah hati
Dengan alat musik seadanya bernyanyi
Begitulah ia mengais rejeki
Lelaki mana yang begitu tega
Rela mencampakkan wanita
Aku bertanya tiada habisnya
Kemanakah cinta yang ada?
Maaf, bila boleh aku berkata
Hai wanita!
Janganlah menjadi hina
Namun selalu percaya
Tuhan tak akan mencampakkan umatnya
Hai wanita!
Tegarlah, engkau akan berharga
Jauhkan rasa putus asa
Pasti masih ada esok yang indah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H