Perpisahan....Adalah harapan awal dari keindahanMemupuk rindu untuk dilampiaskan Dalam kemesraan cinta [caption id="attachment_74980" align="aligncenter" width="300" caption="ewilestari.blogspot.com"][/caption] Minggu pagi diujung bulan November . Ketika embun pagi masih tersisa di dedaunan. Mentari pagi masih terasa menghangatkan.
Di halaman rumah, sepasang insan yang sedang berbahagia dalam rasa cinta. Berdiri berhadapan saling menggenggam tangan dengan eratnya setulus hatinya. Sang pria meletakkan kedua tangan sang wanita dalam genggaman di dadanya untuk merasakan suara cintanya dan seluruh perasaannya. Tak terpisahkan, menyatu dalam kerinduan! Hening. Burung-burung berhenti berkicau.
Sepasang kekasih impian Desa Rangkat, Kate van Brekeeley dan Uleng Tepu menjelang saat perpisahan.
"Uleng, abang pergi dengan membawa segenap cinta dan kerinduanmu! Akan kembali membawa sejuta harapan dan kebahagiaan. Selamat berpisah hari ini, untuk esok yang indah!"
"Abang Kate, Uleng akan dalam kesetiaan dan ketulusan menanti saatnya untuk berjumpa dengan rasa yang tak terlukiskan. Aku akan menjadi bidadarimu yang memberikan kebahagiaan!"
Lambaian tangan mengiringi perpisahan itu. Tak ada sesal, yang ada harapan untuk berjumpa kembali!
"Sampai jumpa, kekasihku!"
*________________________________________________
Rangkaian Kata penulis kisah ini:
Diawali oleh sebuah keterpaksaan dan memaksakan diri untuk menuliskan cerita ini demi berpartisipasi dan rasa solider sebagai warga Desa Rangkat serta atas penghargaan kepada seorang wanita yang bernama Komala Sari alias Mommy. Tetapi kemudian justru harus saya akhiri dengan rasa ketidakrelaan untuk mengakhiri kisah ini. Karena saya sudah merasakan nikmatnya menulis cerita ini.
Mengapa saya harus mengatakan keterpaksaan? Ya, karena saya tidak mempunyai kepercayaan diri untuk menulis cerita (cerpen). Didalam pikiran saya selalu berkata, bahwa saya tidak (akan?) bisa menulis cerpen. Ditambah lagi, saya memang tidak begitu suka membaca cerpen! Apalagi cerpen tentang cinta. Bikin mengantuk saja!
Tetapi dari ketidakbisaan, keterpaksaan, berusaha, ingin berbagi, akhirnya bisa juga. Dari sekadar coba-coba dengan niat satu cerita saja, tanpa terasa jadi sembilan buah cerita.
Maaf, kemudian dengan sedikit sombong saya berkata,"Ah, ternyata saya bisa juga menulis cerpen! Tidak kalah tuh sama para penulis cerpen di Kompasiana. Seperti Emak Winda Krisnadefa, Bu Kit Rose, Bu Endah Rahardjo atau Mbak Rahmi Hafifah."
Tetapi bila teman-teman berharap kualitas dari tulisan cerita saya ini, tentu semuanya pasti akan mendapatkan kekecewaan yang mendalam. Karena saya sendiri saja merasa belum puas, dimana masih banyak kekurangan. Namun bila teman-teman sejenak saja mau merasakan dan membaca dibalik dari niat dan keinginan saya dalam menulis cerita ini yang semata untuk berbagi untuk warga Desa Rangkat, semoga akan mendapatkan kebahagiaan dan saya juga akan merasakan kelegaan.
Pada kesempatan ini, tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada Mommy dan Uleng yang selalu menginspirasi saya untuk terus menulis cerita ini. Yang sementara ini saya akhiri dengan masih menyisakan kemungkinan untuk disambung kembali. Baik oleh saya maupun bagi yang berminat untuk meneruskan.
Tak lupa juga kepada semua warga Desa Rangkat yang selalu hadir untuk mengikuti cerita ini, saya haturkan terimakasih atas apresiasinya. Maaf, apabila saya tidak menyebutkan nama satu persatu demi untuk menghindari ada nama yang tertinggal. Takut menyisakan kekecewaan. Nah, bila ada yang merasa mendapatkan ucapan terimakasih saya ini, jangan lupa dikembalikan terimakasihnya pada tulisan ini ( ha ha ha . . . )
Salam untuk hari yang penuh cinta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H