Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kepolosan Tubuh dan Kepolosan Hati, Pilih yang Mana?

30 April 2010   01:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:30 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keindahan apa yang bisa ditemukan dalam kepolosan tubuh dibandingkan dengan kepolosan hati ?Manakah yang lebih penting untuk kita miliki?

Ini adalah jaman keterbukaan katanya . Manusia tak segan-segan membuka tubuhnya lagi untuk diperlihatkan secara terbuka untuk dapat dinikmati suka-suka .
Sebagian dengan alasan seni dan keindahan, sehingga tidak dipermasalahkan bagi para pecinta seni.Kebetulan saya bukan yang berjiwa seni, sehingga nafsu yang bicara ketika melihat tubuh-tubuh polos ini.

Namun tak jarang juga banyak yang rela membugilkan tubuhnya demi memancing nafsu-nafsu dan materi .
Begitu mudah dan tak segan membuka penutup tubuhnya satu demi satu .
Begitu jujurnya untuk diperlihatkan bagian-bagian tubuh tanpa sehelai benangpun yang menutupi dengan wajah penuh senyuman .

Tetapi sayang bila kejujuran itu dilakukan hanya terbatas pada tubuh
. Jaman keterbukaan hanya dimanfaatkan untuk buka-bukaan tubuh . Namun hati manusia yang seharusnya menjadi semakin polos dan terbuka justru menjadi semakin gelap dan tertutup .

Namun bila bicara soal moral etika, apapun alasannya, membugilkan tubuh adalah hal yang tak sepantasnya untuk dilakukan. Karena ada bagian-bagian personal yang memang tak pantas untuk dipertontonkannya untuk dilihat secara jelas. Jelas-jelas ini melanggar moral etika. Sayangnya juga, saya masih belum bermoral etika, ketika harus melihat juga dengan jelas kepolosan ini.

Kemunafikan menguasai hidup manusia pada saat ini . Kepolosan hati menjadi sesuatu yang begitu sulit untuk ditemukan .
Sulit memiliki hati yang polos karena kita menutupinya rapat-rapat dengan kebohongan , kepura-puraan , kesombongan , keserakahan , kebencian , kedengkian, dan selaput kebodohan.

Tak salah orang-orang bijak mengatakan , bahwa jaman sekarang adalah jaman kegelapan , manusia - manusia dalam ketersesatan . Tak bisa dengan jelas lagi membedakan mana yang baik dan mana yang salah .

Yang seharusnya tidak dilakukan justru senang melakukannya . Yang seharusnya dilakukan , justru enggan untuk melakukannya .
Malu melakukan hal yang baik dan tidak malu-malu melakukan kejahatan.
Tak salah juga dikatakan dunia ini sudah berputar terbalik yang menyebabkan pikiran manusia juga terbalik.

Pada mulanya setiap hati manusia adalah berisi kepolosan ,cerah, suci dan murni . Tetapi selanjutnya dalam perjalanan hidupnya terkontaminasi selaput racun yang menutupi kepolosannya.
Jadi kepolosan itu tetap masih kita miliki , hanya tertutupi selaput kegelapan .
Adalah tugas besar dalam hidup kita untuk menyingkap selaput - selaput yang menutupi kepolosan hati kita tersebut .

Alangkah indahnya bila sepanjang hidup ini kita bisa melakukannya , satu persatu selaput itu kita singkap, sehingga pada suatu hari kepolosan itu kita miliki kembali . Bersinar dan mencahayai perjalanan hidup yang diliputi kegelapan ini .
Bisa memiliki kepolosan itu kembali adalah harta yang tidak ternilai dari segala pusaka yang ada .

Pada waktunya nanti, saat meninggalkan dunia ini , kita bisa pergi dengan hati yang penuh kepolosan , dan bukannya dengan tubuh yang polos .
Dengan wajah yang berseri tanpa beban menuju kepada kehidupan yang sesungguhnya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun