Inspirasi yang hadir ketika berinteraksi lewat media sapaan Kompasiana dengan sahabatku , Peran Sabeth Hendianto tentang kekotoran hati .
Mengapa kita begitu risihnya dengan setitik bercak kotoran dipakaian, sedangkan begitu cueknya dengan bergumpal-gumpal kotoran di hati kita?
Seonggok tahi kucing yang baunya segera membuat kita menutupi hidung, bagaikan sesuatu yang menakutkanÂ
Bangkai seekor anjing di jalanan mungkin akan membuat kita mual dan ingin segera memuntahkan isi perutÂ
Tumpukan sampah-sampah dipinggir jalan dengan bau menyengat akan segera membuat kita meludah dengan jijikÂ
Bau keringat dan apek pada tubuh kita begitu mengganggu, sehingga kita segera memandikannya dan memberikan wewangianÂ
Setitik noda pada baju yang mahal , pasti akan mengganggu dan kita malu untuk memakainyaÂ
Saat makan dan menemukan sehelai rambut , mungkin akan membuat kita segera tak nafsu meneruskan makanÂ
Mengapa kita begitu terganggu dan jijik dengan kotoran yang ada diluar dari kita?Â
Mengapa kita tidak menyadari dan merasa jijik dengan segala kotoran yang berada didalam diri kita?Â
Kekotoran yang tertanam didalam tubuh dan dibawa kemanapun pergi , setiap hari menemani , mengapa tidak membuat kita tak nyaman?Â
Adakalanya justru membanggakan kotoran - kotoran yang busuk dalam tingkah lakuÂ
Bahkan tak malu-malu lagi memamerkan bau dan kebusukan itu untuk disaksikanÂ
Mengapa masih begitu banyak kotoran didalam diri , kita tidak merasa terganggu?Â
Mengapa kita tidak segera berdaya upaya untuk segera membersihkan dan melenyapkannya?Â
Antara bersih dan kotor tak mengerti lagi Kekotoran yang mana yang seharusnya lebih mengganggu dan menjijikan Dan menjadi prioritas untuk disingkirkanÂ
Antara yang asli dan palsu sudah tak bisa membedakanÂ
Mana yang seharusnya lebih disayangi dan untuk dilepaskanÂ
Bukankah ini yang namanya ketersesatan batin manusia sepanjang jaman yang belum terobati?Â
Ketersesatan yang seharusnya bisa segera menyadarkan untuk mengambil langkahÂ
Sayangnya aku hanya bisa sadar sesaat saja untuk tersesat kemudianÂ
Semoga aku dapat selalu melembutkan hati untuk terjaga dalam kesadaranÂ
Semoga perjalanan ini ada yang bersedia menemani untuk saling membersihkanÂ
Semoga jiwa kesadaran itu mau menjadi teman setia ke mana pun pergi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H