Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menulis Bukan Hanya Dengan Hati!

23 November 2009   18:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Anggaplah menulis itu adalah karya suci, menulislah sepenuh hati, ada motivasi, inspirasi, instrospeksi, dan penghiburan bagi yang mengalami kekeringan pikiran dan hati................. Menulis? Semua orang yang pernah bersekolah pasti bisa menulis. Anak saya yang masih TK saja bisa menulis surat untuk saya, yang isinya cuma 'papi ganteng, dede sayang papi' . Walaupun cuma itu tulisannya , tapi membuat hati saya bergetar, karena ia menulis menggunakan seluruh hatinya. Semua orang bisa menulis dan tergantung apa yang mau ditulis. Namun memang tidak setiap orang bisa menjadi penulis atau minimal menuliskan apa yang dipikirkannya. Tetapi banyak pula diantaranya yang suka menulis atau yang mempunyai kebiasaan menulis catatan tentang apa saja sesuai dengan isi hati. Salah satunya tentang peristiwa sehari-hari yang memberi pembelajaran hidup dan catatan yang memberi motivasi dan inspirasi. Itulah yang suka saya lakukan. Hanya sekedar catatan-catatan pendek yang mungkin hanya saya yang bisa mengerti isinya, sebab memang peristiwa itu saya alami sendiri dan saya hanya bisa menuliskan apa kejadiannya . Karena terus terang saya tidak punya kemampuan untuk menuliskan apa yang ada di otak dengan panjang lebar . Yang penting intinya saja, karena nanti begitu saya baca otak ini sudah bisa langsung menjabarkannya panjang lebar. Tapi begitu mau tulis di blog, saya berusaha untuk menulis supaya orang lain juga bisa mengerti saat membacanya. Dan memang ada kesulitan pada awalnya. Belum lagi, saya juga tidak tahu apa itu yang namanya menulis yang baik dan benar. Tak tahu teorinya. Hanya bisa belajar dari tulisan-tulisan dari penulis yang sudah punya nama, umpamanya Anand Krishna dan Gede Prama atau membaca blog-blog dari para sahabat yang menurut saya sudah bagus. Kalau membaca buku saya tidak suka yang jabarannya panjang-panjang dan berbunga-bunga, tapi lebih senang yang langsung intinya saja. Ada judul, lalu sub judul dan langsung uraian yang singkat dan padat. Tak heran saya juga maunya menulis yang singkat-singkat saja, dan saya berpikiran pasti banyak di antara teman-teman yang mempunyai sifat yang sama dalam membaca. Namun adakalanya saya ingin juga menulis yang panjang dan berbunga tapi indah enak dibaca. Setiap orang memang mempunyai gaya dan ciri khasnya masing-masing , saya sedang dalam pencarian dan menulis apa adanya sesuai dengan yang saya bisa. Tetapi tidak alergi untuk selalu menambah teori penulisan yang baik. Ada yang bilang, harus menulis dengan hati, menulis dengan taste dan entah apalagi. Dan saya mencoba dan berusaha melakukan yang terbaik bukan hanya dengan hati tapi juga seringkali _tidak selalu _ saat mau menulis adalah dengan sedikit ritual, yaitu berdoa atau meminta tuntunan Ilahi. Saya tidak ingin menulis hanya karena pengertian sendiri . Makanya kadang-kadang saat membaca tulisan-tulisan sendiri saya masih sempat berpikir dan bertanya-tanya, apa benar ini tulisan saya sendiri? Apa mungkin saya bisa menulis bagus seperti ini? Saya sendiri tak mengerti, tapi itulah yang terjadi. Sampai pernah terjadi tulisan saya di muat di andriewongso.com yang penulisnya pada berdasi dan juga pernah baru awal menulis di Kompasiana ada tulisan yang menjadi headline beberapa kali , saya masih tetap bertanya dalam hati, kok tulisan begini bisa dipilih? Tetapi saya percaya ada yang namanya tuntunan Ilahi dari dalam hati. Karena saya punya pengalaman pribadi, dimana saat-saat ada masalah dan pencobaan hidup, saya menyendiri dan mengambil kitab suci lalu berdoa dalam hati minta tuntunan Ilahi, kemudian sembarang saya buka. Yang  terjadi, halaman yang terbuka isinya adalah tuntunan yang sesuai dengan masalah yang sedang di hadapi. Saya sudah mencoba bukan hanya sekali. Oleh sebab itulah sekarang saya menulis pun seringkali melakukan ritual berdoa minta tuntunan nurani, yang sebenarnya untuk menyadarkan diri sendiri. Ya, Tuhan. . . Biarlah kesadaran itu ada dalam diriku saat-saat aku menulis isi hatiku. Kesadaran untuk menulis dengan tuntunan Nurani, dan bukan dengan pemikiran sendiri! Jangan segan untuk memberikan kritikan. Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun