Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berkecukupan

28 Februari 2014   14:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Doa Bapa Kami ada bagian yang berbunyi: "Berikanlah makanan kepada kami secukupnya hari ini". Cukup meminta secukupnya bukan sebanyak-banyaknya, sehingga bisa makan sepuasnya. Doa yang indah sekali.

Bagi saya ini adalah bicara soal berkecukupan dan tidak khawatir dengan hari esok dalam berkecukupan. Punya hati yang kaya, sehingga tidak dipenuhi keserakahan untuk meminta sebanyak-banyaknya untuk persiapan hari esok. Hal ini juga bicara tentang keyakinan bahwa Tuhan akan mencukupi hidup kepada umat-Nya yang percaya.

Ketika Merasa Belum Cukup, Maka Akan Terus Mencari dan Berlari

Bicara cukup, kalau mengikuti kehendak pasti tidak ada cukupnya. Ketika keserakahan masih menjadi raja, maka pasti akan merasa kekurangan walau harta sudah bertumpuk tidak habis untuk tujuh turunan.

Dengan demikian akan terus mencari dan berlari. Ibarat anjing yang mengejar ekornya, semakin dikejar semakin tak menemukan ekornya. Akhirnya lelah sendiri dalam kesia-siaan.

Itu sebabnya, tak sedikit yang sudah kaya raya terus menumpuk hartanya. Karena hati masih belum berkecukupan, apa yang dimiliki tetap saja dianggap belum cukup.

Demi mengejar semua itu, tidak sedikit orang yang sudah kaya tetap mengalami stress dan tidak bisa sepenuhnya bahagia. Tidur masih gelisah dan merasa panas, walau dalam ruang berpendingin.

Ketika Hati Belum Berkecukupan, Maka Akan Merasa Kekurangan

Seorang anak yang baik dan jujur menarik perhatian dewa untuk memberikan hadiah. Lalu menjelma ke bentuk manusia untuk memberikan tiga permintaan kepada anak tersebut.

Walau ragu-ragu, anak itu mengajukan permintaan yang pertama, ia meminta dewa itu mengubah batu menjadi emas. Karena sudah bosan jadi orang miskin. Dewa itu menunjuk batu yang dimaksud dengan jarinya, seketika berubah jadi emas.

Untuk permintaan kedua, anak itu meminta bukit yang di depannya menjadi emas. Permintaan dipenuhi dan langsung terwujud. Girang tentunya.

Timbullah keinginan yang lebih. Keserakahan menjalar. Bagaimana kalau memiliki saja jari sakti kepunyaan dewa? Itulah permintaannya yang ketiga.

Dalam sekejab dewa menghilang. Batu dan bukit yang sudah berubah jadi emas kembali ke bentuknya yang semula.

Ketika hati belum merasa berkecukupan, maka akan terus merasa kekurangan. Timbul selalu keinginan untuk memenuhi kekurangan itu dengan berbagai cara. Pada akhirnya penderitaan yang didapatkan.

Ada Waktunya Berhenti Mengejar

Ketika hati ini belum merasa berkecukupan, pengejaran akan kekayaan, kenamaan, dan kedudukan tak jarang membutakan hati dan menjerumuskan. Memakan korban.

Demi semua ambisi itu, kecurangan dan kelicikan dilakukan. Lupa diri, lupa Tuhan. Rela mengorbankan segalanya.

Berkecukupan bukan berarti tak boleh memiliki kekayaan melimpah, kedudukan dan kenamaan. Tetapi yang terpenting adalah tahu waktunya berhenti. Tahu memanfaatkan kekayaan, kenamaan dan kedudukan untuk kebaikan sesama.

Ketika sudah memiliki dan merasa cukup, maka hidup akan baik-baik saja dan tidak berkubang dalam pengejaran sampai di ujung kematian. Kemudian menyesal segala yang dimiliki tak bisa dibawa. Terlambat!

AFIRMASI:
Tuhan, Biarlah rasa berkecukupan memenuhi hati kami, sehingga kami dapat hidup dengan mencukupi sesama kami. Biarlah rasa berkecukupan ini membuat kami berhenti untuk terus mengejar sampai kami menyia-nyiakan hidup yang berarti ini untuk lebih mengenal diri yang Sejati.

@refleksihatimenerangidiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun