Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Merasa

4 Maret 2014   17:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:15 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Walau saya tidak merasa belum seutuhnya jadi jadi manusia dan manusia yang paling baik dan benar, tapi merasa juga sudah menjadi orang yang cukup baik dan benar selama ini. Diam-diam menyembunyikan kesombongan.

Saya sudah merasa cukup baik jadi orang. Sebab sudah menjauhi perbuatan yang dilarang agama. Tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak melakukan perbuatan mesum. Bahkan begitu muncul di pikiran sudah dibuang jauh-jauh sebelum mengawang- awang.

Cukup baik, bukan? Sudah itu setiap hari tidak lupa berdoa dan mengingat Tuhan. Berusaha setiap saat untuk tidak menyakiti orang lain dan bahkan binatang sekalipun. Kalau ada kelebihan uang, walau jarang sekali, ingat untuk beramal. Bukankah cukup pantas untuk merasa sudah jadi orang baik?Bagaimana dengan Anda, kawan?

Apakah Memang Sudah Benar-benar Baik?

Apakah perasaan saya yang menganggap diri sendiri baik itu sudah benar-benar menunjukkan saya sebagai orang baik dan benar?

Tentu saja ego saya akan mengatakan demikian adanya  dan adakalanya _ lebih tepatnya seringkali malah_ akan menyombongkan diri sebagai orang baik.Bila perlu dijadikan pameran.

Itu sebabnya, maka saya akan sibuk dan merasa berhak menilai si ini belum baik, apalagi si itu yang pejabat. Parah, banyak dosanya. Tidak ada yang baik, perasaan cuma saya saja yang baik. Ada sih dosa tapi cuma sedikit.

Namun ketika saya melihat dengan mata hati yang jernih, bukan dengan perasaan. Ya ampun, betapa malunya! Ternyata kebaikan saya itu tidak lebih dari satu persen. Betapa banyak ketidakbaikan yang tak tercatat dan terlewat begitu saja. Bisa jadi memang sengaja dilupakan.

Kalau mau dihitung secara bisnis, boleh dibilang sudah bangkrut saya dari dulu. Hutang kesalahan sudah segunung, tapi kebaikan baru segenggam. Apa yang mesti dibanggakan dari merasa itu? Sejatinya pantas saya menangisi berhari-hari.

Tertipu Rasa

Entahlah kita merasa atau tidak berapa banyak rasa yang telah menipu hidup kita. Oleh rasa kita melebih-lebihkan diri kita jauh dari kenyataan sebenarnya.

Baru pintar sedikit sudah merasa paling pintar dan dengan sok membodoh-bodohi orang lain. Baru punya harta lumayan sudah merasa paling kaya, sehingga merasa sudah pantas menghina-hina orang miskin. Baru punya ilmu agama tak seberapa sudah merasa hebat, sehingga merasa berhak menghakimi penganut agama lain. Baru tekun beribadah sudah merasa paling dekat dengan Tuhan, sehingga merasa paling tahu soal Tuhan dan melecehkan yang lain.

Dalam hal menulis, karena banyak yang baca dan banyak pula yang memuji  di media sosial sudah melambung ke langit ke tujuh dan lupa turun ke bumi, lantas merasa tulisannya yang paling bagus. Mulailah merasa tulisan si itu jelek, tulisan si ini 'ancur banget'. Lama-lama rasa semakin membumbung saja.

Sadar atau tidak sifat merasa lebih baik, lebih benar, atau lebih hebat ini seringkali menjerumuskan kita dalam kesombongan. Ketika kita menutupi dengan mengatakan, saya tidak sombong justru itu menunjukkan sebuah kesombongan.

Lihat Kenyataan Diri

Siapakah saya atau kita  ini? Tentu saja manusia yang diciptakan Tuhan. Kenyataannya sebagai manusia pasti dianugrahi yang namanya Hati Nurani, pelita yang akan menerangi perjalanan hidup kita. Kenyataannya adalah kita perlu untuk bercermin, bukan hanya merasa dan merasa.

Bercermin dan bertanya-tanya: Pantaskah sudah saya ini menjadi manusia yang dikarunia akal dan budi. Apakah kenyataannya sudah jadi manusia yang sesuai hakekatnya untuk bisa saling mengasihi?

Ketika kita lupa untuk melihat kenyataanya, maka tanpa sadar akan selalu merasa baik-baik saja, walau kenyataannya kesalahan dan ketidakbenaran terus dilakukan. Tetapi kenyataannya untuk hal ini kita sulit untuk mengakuinya.

AFIRMASI:
Tuhan, semoga kami dijauhi sifat-sifat untuk selalu merasa paling baik dan benar, sehingga tidak jatuh ke dalam kesombongan yang justru membuat kami menjadi yang paling tidak baik dan tidak benar. Tuhan, biarlah kami hidup dalam kebaikan tanpa perlu menghitungnya. Sebab menjadi baik dan benar  sesuai Kehendak-Mu sudah merupakan kewajiban kami.


@refleksihatimenerangidiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun