Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Merasa

4 Maret 2014   17:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:15 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru pintar sedikit sudah merasa paling pintar dan dengan sok membodoh-bodohi orang lain. Baru punya harta lumayan sudah merasa paling kaya, sehingga merasa sudah pantas menghina-hina orang miskin. Baru punya ilmu agama tak seberapa sudah merasa hebat, sehingga merasa berhak menghakimi penganut agama lain. Baru tekun beribadah sudah merasa paling dekat dengan Tuhan, sehingga merasa paling tahu soal Tuhan dan melecehkan yang lain.

Dalam hal menulis, karena banyak yang baca dan banyak pula yang memuji  di media sosial sudah melambung ke langit ke tujuh dan lupa turun ke bumi, lantas merasa tulisannya yang paling bagus. Mulailah merasa tulisan si itu jelek, tulisan si ini 'ancur banget'. Lama-lama rasa semakin membumbung saja.

Sadar atau tidak sifat merasa lebih baik, lebih benar, atau lebih hebat ini seringkali menjerumuskan kita dalam kesombongan. Ketika kita menutupi dengan mengatakan, saya tidak sombong justru itu menunjukkan sebuah kesombongan.

Lihat Kenyataan Diri

Siapakah saya atau kita  ini? Tentu saja manusia yang diciptakan Tuhan. Kenyataannya sebagai manusia pasti dianugrahi yang namanya Hati Nurani, pelita yang akan menerangi perjalanan hidup kita. Kenyataannya adalah kita perlu untuk bercermin, bukan hanya merasa dan merasa.

Bercermin dan bertanya-tanya: Pantaskah sudah saya ini menjadi manusia yang dikarunia akal dan budi. Apakah kenyataannya sudah jadi manusia yang sesuai hakekatnya untuk bisa saling mengasihi?

Ketika kita lupa untuk melihat kenyataanya, maka tanpa sadar akan selalu merasa baik-baik saja, walau kenyataannya kesalahan dan ketidakbenaran terus dilakukan. Tetapi kenyataannya untuk hal ini kita sulit untuk mengakuinya.

AFIRMASI:
Tuhan, semoga kami dijauhi sifat-sifat untuk selalu merasa paling baik dan benar, sehingga tidak jatuh ke dalam kesombongan yang justru membuat kami menjadi yang paling tidak baik dan tidak benar. Tuhan, biarlah kami hidup dalam kebaikan tanpa perlu menghitungnya. Sebab menjadi baik dan benar  sesuai Kehendak-Mu sudah merupakan kewajiban kami.


@refleksihatimenerangidiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun