Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belatung

12 Maret 2014   02:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belatung adalah makhluk menjijikkan karena keberadaannya memang di tempat yang kotor dan busuk. Geli bercampur mual kita melihatnya. Bisa bikin muntah bila kebetulan menatapnya saat makan. Di mata kita belatung bisa jadi makhluk yang hina. Tak pantas dipelihara.

Pada akhirnya belatung akan menjelma menjadi lalat. Sebelas dua belas dengan belatung,  lalat pun akan hidup dengan menyukai tempat-tempat yang jorok nan menjijikkan. Tak kalah hinanya dengan belatung. Menurut pemikiran sebagian manusia.

Padahal habitatnya memang demikian, sehingga belatung atau lalat akan nyaman dan asyik saja hidupnya di tempat yang kotor itu. Tempat yang bersih justru akan membuat gelisah dan bisa menyebabkan kematian.Tetapi ada manusia yang sejatinya menjaga kebersihan hatinya, justru nyaman-nyaman saja mengotori hidupnya dengan perbuatan yang terlarang.

Saya Serupa Belatung atau Lalat

Sebenarnya tak tega menulis saya ini serupa belatung atau lalat. Terlalu hina rasanya. Tetapi menengok rekam jejak kehidupan saya ke belakang, harus diakui banyak perilaku saya yang serupa dengan belatung. Suka yang kotor atau jorok.

Saban hari otak berpikiran yang kotor-kotor, mulut berkata-kata jorok, berkunjung ke tempat yang kotor. Belum lagi hati menyimpan kekotoran.

Mengapa saya harus menulis dengan kata 'saya' bukan 'kita'? Karena saya menyadari banyak teman-teman pembaca yang tidak seperti saya. Tentu tidak etis juga menyamakan orang lain dengan lalat. Bisa-bisa mengamuk nanti.

Serupa dengan belatung atau lalat pula, yang bersih-bersih itu malah membuat tidak nyaman. Mendengar orang bicara yang baik-baik dan tentang kebenaran atau menasehati, hati justru terasa panas dan menyebalkan. Bisa jadi karena saking kotornya hati ini.

Perilaku Kotor dalam Keseharian

Melihat lebih jelas lagi ternyata perilaku kotor itu sudah keseharian yang cukup mendarah daging. Demi untuk bisnis lancar caranya main kotor. Sogok sana-sini atau bahkan main kasar. Tak segan pula main kotor dengan menggunakan perklenikan.

Demi untuk melancarkan urusan tak jarang memotong jalur lurus dengan cara kotor memanfaatkan uang, kekuasaan dan kedudukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun