Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dizolimi

27 Maret 2014   19:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:23 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di Kompasiana ini baru saja terjadi hal yang mengelitik hati. Ada yang mengaku dizolimi Jokowi. Dengan gagah berani mengungkapkannya dalam tulisan yang dibanjiri banyak pengunjung dan mengundang simpati. Tidak sedikit yang memujinya sebagai pemberani. Ada pula yang langsung menghakimi yang dianggap menzolimi. Admin Kompasiana terhormatĀ  pun tertarik dan tak segan memberikan posisi terpuji.

Apa yang terjadi? Ketika kebenaran terungkap, ternyata pengakuan dizolimi hanyalah omongan kosong belaka. Terbukti tulisannya lenyap entah ke mana dan nama penulisnya yang indah langsung berubah jadi 'Otong' saja. Siapa sesungguhnya yang dizolimi? Saya mencoba untuk menzolimi dalam versi saya.

Apa yang menarik dari kejadian ini versi kebodohan saya yang sok bijak? Saya mencatat: Ketidakmampuan diri mudah membuat diri kita mengeluh dan menyalahkan; Gampang memihak tanpa melihat kebenaran yang sesungguhnya; Tidak cerdas dalam membaca berita. Semoga ini menjadi pembelajaran untuk saya yang masih melakukan ketiga hal di atas.

Mengeluh dan Menyalahkan

Atas ketidak-mampuan diri hal yang paling mudah dilakukan adalah dengan mengeluh dan menyalahkan pihak lain. Alih-alih berdiam diri dan melihat kekurangan diri sendiri untuk melakukan perubahan.

Atas kegagalan yang terjadi, mengeluh menjadi pilihan pertama. Pilihan kedua adalah menyalahkan. Merasa diri sendiri yang sudah paling benar. Padahal mengeluh itu sama saja meremehkan diri diri dan tak akan menyelesaikan masalah.

Dengan mengeluhkan masalah dan menyalahkan pihak lain, kita mengira (dan berharap) akan menarik simpati dan dukungan. Apalagi keluhannya dengan disertai bumbu-bumbu dan didramatisasi.

Ya bisa jadi akan dapat simpati dan dukung. Tapi yang akan semakin membuat kita terjerumus. Sebab pada akhirnya ketika hal yang benar terungkap, maka meranalah dalam kesendirian dan penyesalan.

Gampang MemihakĀ  Tanpa Melihat yang Sebenarnya

Ketika terjadi pro dan kontra atas suatu masalah persepsi kita lebih mengarah kepada keberpihakan atas suka dan tidak suka. Kita akan menganggap orang yangĀ  disukai pasti benar dan yang bukan pihak kita yang salah. Padahal kebenarannya bisa sebaliknya. Tapi mana mau tahu? Gejala yang sudah umum dan kita sering masuk ke dalamnya.

Masalahnya kita tak jarang terjebak dalam persepsi ini, sehingga tidak bisa melihat masalah dengan jernih. Yang penting dia teman, benar atau salah harus dibelah.

Ego kita lebih berperan dan menutupi kebenaran suara hati. Bahwa di atas segalanya adalah membela yang benar terlepas teman atau bukan. Jadi ingatĀ  kalimat: BahwaĀ  kita semua bersaudara!

Karena semuanyaĀ  teman, makaĀ  yang benar dibelah dan yang salah dirangkul. Bukan disalahkan. Apalagi disingkirkan atau dijadikan musuh. Kalaupun tidak bisa dirangkul, tidak sampai mengotori hati kita dengan kebencian.

Cerdas Membaca Tulisan

Ketidakcerdasan kita dalam membaca berita atau sebuah tulisan akan tergambar dari sikap atauĀ  komentar yang kita berikan. Misalnya, pada tulisan yang mengaku dizolimi kita memuji-muji keberanian penulisnya. Tapi ditulisan yang mengungkap kesalahan yang mengaku dizolimi kita berbalik menyalahkannya.

Di sini ada unsur perasaan yang di kedepankan, sehingga kita tidak menggunakan kecerdasan untuk meneliti dan mencari dahulu akanĀ  kebenaran sebuah tulisan. Tanpa sadar dalam hal ini kita dipermainkan perasaan dan terjebak dalam penghakiman atas satu hal yang tidak benar.

Apalagi pada jaman sekarang dalam kemajuan dunia internet.Ā  Di mana maraknya berkembang media sosial, siapa dan kapan saja bisa menerbitkan sebuah tulisan sesukanya tanpa dapat dicegah. Berita bohong dengan dukungan fakta kosong bertebaran setiap saat di hadapan kita. Semua tergantung bagaiaman kita menyikapinya.

Afirmasi:

Tuhan, semoga kami bukanlah orang-orang yang mudah merasa dizolimi dengan berkeluh-kesah dan mencari simpati ke sana-sini, sehingga tanpa kami sadari sesungguhnya kami termasuk yang suka menzolimi orang lain.

@refleksihatimeneranidiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun