Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Refleksi

22 Mei 2014   05:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:15 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya lagi berpikir, apakah pernah berkata seperti ini : Saya ini orang baik dan tidak sombong!

Kalau pernah, kini saya berpikir, alangkah tidak baiknya saya dan begitu sombongnya dengan berkata demikian. Sebab kebaikan tidak perlu pengakuan dari diri sendiri.

Ketika saya berkata bahwa saya ini adalah orang baik, pada saat yang sama sudah menunjukkan ketidak-baikan diri sendiri. Pada saat saya mengatakan bahwa saya ini tidak sombong, sesungguhnya sudah memperlihatkan kesombongan diri pada saat itu.

Kebaikan dan kerendahan hati apabila itu ada pada diri ini, maka tidak perlu penegasan dalam kata - kata untuk meyakinkan. Karena pasti akan diwakili oleh perilaku dalam keseharian dan orang lain akan dapat menilainya tanpa harus ada pengakuan.

Apakah saya juga pernah berkata : Saya ini orangnya tidak suka usil dan membicarakan orang lain seperti tetangga sebelah yang suka membicarakan saya. Benar - benar tetangga reseh.

Dengan berkata demikian, seakan - akan saya ini orang paling baik sedunia. Tidak suka usil dan anti gosip tentang tetangga. Tampaknya seperti itu. Baik. Apalagi ditambahi teman sebelah : Iya, kita  orang yang tidak suka usil, tidak seperti mereka yang suka usil sama kita!

Ya ampun! Beginilah saya, berkedok kebaikan tapi nyatanya tak ada bedanya. Suka gosip dan menjelekkan tetangga. Eh, masih pakai senjata pembenaran lagi : Kenyataannya memang mereka suka usil. Jadi bukan gosip namanya!

Rasa - rasanya pernah juga saya berkata begini : Saya orangnya sabar, tapi kalau diganggu akan saya lawan juga. Kamu jual, saya beli!

Mengakunya sabar, tapi kalau diganggu bisa emosi. Padahal yang namanya sabar itu seharusnya mampu mengendalikan diri atas situasi yang dihadapi. Bukannya dikendalikan oleh situasi sehingga jadi emosi dan melakukan pemebelaan diri untuk melakukan hal yang dilakukan lawan.

Kebenaran dari dulu sampai sekarang hidup kita lebih banyak dikendalikan oleh keegoan, sehingga selalu merasa paling benar orang lain yang salah. Padahal kenyataannya kita sendiri melakukan kesalahan yang sama. Mana mau mengakui? Gengsi dong.

Sudah jatuh dalam kesombongan masih tidak merasa. Sudah berjalan di jalan yang berkelok - kelok masih merasa di jalur yang lurus. Ketika ditunjukkan kesalahan, masih berkeras hati membela diri. Masih berpikir yang menunjukkan kesalahan kita itu yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun