Pada saat menghadapi masalah atau hal yang tidak bisa kita putuskan sendiri biasanya kita akan meminta petunjuk kepada Tuhan dalam doa. Begitu pula ketika kita harus mengambil keputusan penting, maka kepada Tuhan pula kita menghadapi sebagai Yang Paling Dipercaya yang akan memberikan Petunjuk - Nya.
Kemudian dengan percaya diri kita katakan bahwa apa yang kita lakukan atau keputusan yang telah kita ambil sebagai Petunjuk dari Tuhan. Benarkah demikian kebenarannya?
Kemauan Ego
Ada yang menarik dalam sinetron 'Para Pencari Tuhan' yang ditayangkan salah satu stasiun televisi nasional setiap bulan Ramadhan. Sebab sangat keseharian kisahnya. Membuat kita terhibur dan merenung.
Dalam salah satu bagian dikisahkan Pak Jalal yang sedang galau dengan keinginan Udin, hansip yang ingin mempersunting putrinya, Kalila. Tentu saja Pak Jalal tak sudi bermenantukan Udin yang hanya seorang hansip kampung. Mana tampangnya jelek dan menyebalkan serta selalu membuat Pak Jalal dongkol.
Untuk itu Pak Jalal meminta Petunjuk kepada Tuhan dalam doanya agar diberi tanda - tanda untuk jodoh putri tersayangnya. Dalam adegan tersebut sekilas tanda - tanda muncul, yakni tampang si Udin yang konyol dan mengesalkan bagi Pak Jalal.
Pak Jalal kaget setengah mati, seakan tak percaya. "Kenapa harus Udin, Tuhan," tanya Pak Jalal. Begitulah kemudian muncul sosok Udin ketika Pak Jalal sedang dalam hening. Lagi - lagi Pak Jalal tak percaya dengan petunjuk yang ada. Apa yang terjadi malah dianggap sebagai godaan.
Kita seringkali meminta Petunjuk kepada Tuhan, tetapi seringkali pula kita menolaknya sebab tak sesuai dengan kemauan ego kita. Apakah minta petunjuk kepada Tuhan hanya basa - basi?
Tak jarang demikian, ujung - ujungnya kita mengatasi masalah dan mengambil keputusan sesuai dengan kemauan ego dengan mengabaikan Petunjuk Tuhan atau malah berganti memberi petunjuk pada Tuhan. Kurang ajar, kan?
Bertanya dan Menyalahkan Tuhan
Apa yang dilakukan sosok Pak Jalal, sekali lagi secara nyata menggambarkan diri kita. Saya kira memang ada maksud menyindir keadaan kita selama ini.
Khusyuk meminta Petunjuk - Nya tapi begitu diberi petunjuk malah membantah dan masih bertanya,"Apa tidak salah, Tuhan?"
Kadang kita meminta kepada Tuhan hanya untuk mendapat dukungan dengan keinginan yang telah kita putuskan. Bukan benar - benar meminta petunjuk - Nya. Bila itu yang terjadi pada akhirnya akan semakin membesarkan ego kita.
Petunjuk yang diberikan Tuhan kepada kita, adakalanya tidak kita pahami dan tak terjangkau oleh logika kita. Tapi apapun itu pasti yang terbaik. Masalahnya apa yang terbaik oleh Tuhan, justru kita tidak menganggapnya sebagai yang terbaik. Muncullah penyangkalan,"Ini tidak salah, Tuhan?"
Sulitnya untuk Percaya dan Setia
Kalau cuma bilang percaya dan setia kepada Tuhan itu gampang sekali. Kita semua bisa melakukannya Begitu mudahnya kita mengatakan bahwa percaya dan setia sama Tuhan. Tetapi begitu mudahnya pula kita menyangkalnya.
Percaya berarti setia kepada Petunjuk - Nya. Baik yang sudah tertulis di Kitab Suci maupun Petunjuk langsung melalui Nurani atau tanda - tanda alam. Namun kita yang suka mengaku percaya kepada Tuhan justru seringkali mengabaikannya, bukan?
Yang lucu, saya pernah bertemu entah berapa orang yang dengan yakin mengatakan bahwa ketika ia percaya kepada Tuhan sepenuh hati tanpa berbuat baik pun akan selamat masuk surga. Apalagi harus mengasihi. Memang sulit dipercaya ketika percaya kepada Tuhan tapi tidak setia dalam kebaikan.
katedrarajawen@pemeblajarandarisebuahperistiwa