Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bekas

2 Oktober 2014   16:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:40 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kita rela mencampakkan seorang wanita dengan cinta sepanjang masa demi seorang wanita yang baru mencintai dalam satu masa...?

Satu hal dalam sejarah adalah tidak ada yang namanya bekas orangtua, kakak, atau adik kandung. Sekali orangtua, adik dan kakak, maka akan tercatat selamanya dalam buku kehidupan. Tetapi yang namanya istri masih ada bekas istri namanya.

Seburuk atau sejahat apapun orangtua, adik atau kakak tak akan mengubah catatan kehidupan sebagai satu keluarga. Kenyataannya dalam kehidupan segalanya bisa berubah dengan pilihan yang ada. Tidak sedikit yang lebih rela berpihak kepada istri, suami atau teman daripada orangtua dan saudara kandungnya dengan kebenaran versi sendiri.

Suami yang Lebih Membela Istri daripada Ibunya Sendiri

Tak jarang seorang suami lebih memilih mencintai istrinya dengan mengikuti keinginannya daripada orangtuanya sendiri. Ketika istrinya bermasalah dengan ibunya, maka ia lebih membela sang istri. Ia lebih menunjukkan cintanya dengan harus menyingkirkan ibu yang telah melahirkannya. Celakanya, bagi manusia modern hal ini sudah merupakan hal biasa dan dengan kepintaran bisa menjadikannya hal yang wajar.

Demi ketentraman dirinya ia lebih rela 'mengusir' ibunya dari kehidupan mereka. Dengan mengirim ke panti jompo misalnya. Ada juga yang rela meninggalkan orangtuanya sebatang kara dalam rumah kesepian demi hidup nyaman bersama istri dan anak-anaknya. Orangtua dianggap menyusahkan dan membawa ketidaktenangan.

Ia lupa bahwa cinta seorang ibu sepanjang masa, sementara cinta seorang istri belum tentu bisa dalam satu masa. Ibu yang sudah tua dibuang bagai barang bekas saja dan lebih memilih istri yang masih segar untuk disayangi.Orangtua yang di masa akhir-akhir hidup membutuhkan perhatian malah diabaikan.

Dalam kehidupan hal ini bisa juga berbalik, dimana seorang istri yang lebih berpihak kepada suaminya daripada harus membela orangtuanya sendiri.

Ibu yang telah melahirkan atau ayah yang telah membesarkan yang memasuki usia senja seakan tak ada artinya lagi dibandingkan suami yang akan menafkahinya. Orangtua yang tertatih dalam sisa hidup tak lebih sebagai barang bekas yang layak dibuang. Mencengangkan.

Suami yang Melupakan Saudaranya Sendiri

Ada lagi, seorang suami yang lebih rela membela istrinya yang bermasalah dengan adiknya. Ketika sang adik membutuhkan bantuan, ia lebih mendengarkan sang istri dan mengabaikan sang adik dalam kesusahan. Bahkan rela putus hubungan saudara. Sebab saudara dianggap hanya menyusahkan.

Sejatinya saudara adalah tetap saudara. Tidak bisa diputuskan oleh kata-kata. Apa gunanya saudara bila tak saling membantu? Bila ada hati, jangankan saudara sekandung, orang yang tak dikenal pun bila butuh bantuan wajib dibantu.

Mencintai istri adalah keharusan. Namun kearifan perlu di kedepankan. Apakah bila seorang istri menghalangi apa yang harus dilakukan itu masih perlu di kedepankan? Apakah ketika lebih membela seorang ibu seorang istri masih mempertanyakan perlu dibela?

Refleksi Diri

Adalah hal yang susah untuk bersikap adil. Bisa berbakti pada orangtua sekaligus mencintai istri. Menyayangi istri tapi tidak sampai menyakiti saudara sendiri. Sebenarnya susah adalah hasil dari pikiran sendiri

Namun susah bukan berarti tidak bisa. Bukankah hidup adalah perjalanan menuju kepada kebaikan? Hidup adalah kesempatan mengubah yang tidak baik menjadi baik. Sikap buruk orang lain adalah menjadi pengingat, sementara kebaikannya menjadi teladan diri.

Sungguh menyedihkan bila demi sebuah cinta yang kecil harus melupakan cinta yang besar. Orangtua yang demikian berjasa sembilan bulan mengandung dalam kesusahan. Siang malam menjaga dan mencari nafkah dan saudara yang tumbuh besar bersama menjadi korban atas keegoisan cinta.

Hari ini bisa melihat perilaku buruk orang lain semoga bisa menjadi cermin. Bukan sebagai bahan caci-maki. Sebab yang menakutkan bisa saja suatu hari diri sendiri justru menjadi pelakunya. Semoga kesadaran diri selalu menyertai.

katedrarajawen@pembelajarandarisebuahperistiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun