Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

#S

12 November 2014   16:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:59 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setia pada Kehidupan : Entah bagaimana disebut manusia bila kesetiaan sudah tak ada karena yang lebih utama adalah kepentingan dan keuntungan. Entah mengapa seringkali kepintaran justru memperbodoh manusia dalam melihat kebenaran, sehingga apa yang salah dapat dibenarkan dengan menggunakan kepintaran. Kesetiaan dapat diabaikan. Kesetiaan pada kebaikan dianggap sebagai kebodohan.

Seperti seorang bos yang katanya lulus luar negeri berkata,"Bodoh sekali, gara-gara kamu bicara jujur kita kehilangan keuntungan besar. Makanya jadi orang jangan terlalu jujur, apalagi dalam bisnis!"

Apakah aku masih memiliki kesetiaan itu sebagai salah satu dari sifat mulia yang ada pada diriku? Apakah aku masih setia pada nurani, setia pada ajaran para nabi dan guru? Apakah aku masih lebih setia pada kejujuran daripada kebohongan? Apakah aku masih peduli pada kesetiaanku?

Tak dipungkiri, kehidupan semakin hari semakin mengajarkan ketidaksetiaan pada diriku. Setia pada kebaikan dan kejujuran seringkali malah dianggap sebagai kebodohan dan menjadi bahan tertawaan orang-orang yang notabene pintar.

Acapkali pula atas kehidupan memaksa diriku untuk berkhianat pada kesetiaanku sendiri. Demi keuntungan aku merelakan untuk menyembunyikan kesetiaanku. Apa boleh buat? Tak peduli walau hati menangis, sebagai raja tega tetap menjadi pilihan.

Ketika aku mencoba untuk setia pada kebenaran, malah cibiran yang kudapat,"Jangan sok bermoral deh!" Memang menyakitkan. Ini yang acapkali menyesatkan pikiran dan hatiku untuk berkhianat pada kebaikan dan kebenaran. Sungguh lemah dan tak berguna.

Sejatinya setia pada kebaikan dan kebenaran tak perlu pujian dan tak takut akan penghinaan. Bila kesetiaan telah menjadi karakter, maka hujan dan panas tak akan mengikis dan mengeringkan kesetiaanku. Aku bisa menjadi bagaikan bunga mei hua yang tetap bertahan di musim gugur. Bermekaran pada musim semi setelah bertahan dalam dingin.

Pada akhirnya, aku harus berani berkata pada diriku sendiri,"Janganlah menjadi bagian kegelapan dari dunia, tetapi jadilah terang walau setitik untuk menerangi  perjalanan sampai akhir dalam kesetiaan..."

katedrarajawen@refleksidiridaria-z

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun