Sekitar 2 menit dari Vila Pinky, akhirnya saya menemukan Curug Cigamea. Beberapa motor tampak diparkir berjejer. Setelah memarkir motor, saya masih harus melewati sebuah gerbang kecil dan harus membayar tiket masuk sebesar Rp 2500 saja. (Again...It’s so cheapppp!!) Tangga kecil yang menurun menyambut saya dan Alhamdullillah dari kejauhan sudah tampak sebuah aliran air terjun ditengah rerimbunan pohon. Tapi masih jauh tampaknya, saya masih harus menuruni tangga dan jalan berliku yang sudah sangat rapi, dibeton dan diberi pegangan besi pinggirnya sehingga sangat aman dilewati sejauh kurang lebih 1 km. Hmmm...turunnya gampang neh, pas naiknya....bisa nggak yakh???
Akhirnya dalam waktu 15 menit saya sudah tiba di dua buah air terjun yang besar, Oh My GOD..... it’s twin waterfalls. Banyak pengunjung yang sudah berendam, mandi dibawah pancuran air terjun yang mengalir dengan derasnya dari ketinggian sekitar 15 – 20 meter. Saya sudah tidak tahan lagi untuk melepas baju dan berada dibawah air terjun. Setelah berganti baju, saya segera menuju ke air terjun Curug Cigamea part one. Airnya begitu dingin tapi sangat menyejukkan. Saya cukup lama berada dibawah pancuran air terjun tersebut, jadi ingat sebuah penelitian di Jepang bahwa air terjun mengandung ion negative yang sangat baik sekali bagi tubuh. Ion negative (Chi) adalah atom oksigen dengan elektro esktra yang dapat membuat tubuh anda merasa lebih baik dan ion negative banyak terdapat di pegunungan serta didekat air terjun. Ion negative tersebut sangat baik sekali untuk menetralisir racun dalam tubuh, meningkatkan aliran oksigen dalam otak, memperbaiki sirkulasi darah dan meningkatkan daya tahan tubuh. Sehingga jangan aneh apabila sehabis berada di bawah air terjun dan sekitar air terjun, tubuh merasa sangat segar. Hal itu karena partikel ion negative yang dibawa oleh air terjun bagi manusia dan sekitarnya. Kandungan Ion negative dalam air terjun alami sebesar 25,000 – 100,000 cc. It’s a water theraphy, guys!!!
Nah sekarang saatnya menikmati Curug Cigamea part two...letaknya hanya sekitar 10 meter saja tapi awas jangan sampai terjatuh karena batu pegunungan yang lumayan licin kena air. Dan ada satu hal kekurangan di tempat wisata alam ini, seperti tempat wisata yang lain yaitu tempat sampah dan tempat penitipan tas. Saya harus extra hati-hati karena pergi sendirian jadi harus memposisikan tas ditempat yang terlihat dan terjangkau agar tidak ada tangan-tangan jahil mengambil benda berharga saya. Beruntung ada sepasang muda-mudi yang juga ingin berendam, menyuruh saya agar menaruh tas saya didekat tas mereka. Err....it’s may good karma, I guess.
Saya pun segera menuju ke ujung air terjun dan yang satu ini agak dalam. Sekitar 120cm dalamnya, sehingga kita bisa berenang. Duh sangat nyaman sekali berada di bawah air terjun, I felt free....saya sangat menikmati setiap tetesan air yang menerpa tubuh saya. Airnya cukup dingin dan sangat jernih sekali. Sehingga saya bisa melihat dasarnya...walau dari jauh tampak berwarna hijau toska. Sempat berbicara dengan pasangan tersebut, mereka anak kuliah dari UI Depok...wah...satu almamater donk!! Selama hampir 1 jam saya berada disekitar air terjun Curug Cigamea part two..dan rasanya tidak bosan hingga detik ini saya menulis di blog. Dan doa saya dikabulkan, cuaca sangat cerah, tidak ada hujan walau waktu sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB.
15 menit kemudian saya mentas, keluar dari zona into the wild dan berganti baju. Disediakan beberapa kamar mandi untuk bilas dan ganti baju dengan biaya Rp 2000/orang, masih murah khan?? Nah ujian kedua telah tiba, sebelumnya saya membeli sebuah air mineral agar tidak dehidrasi. Tangga demi tangga berhasil saya daki, diujung lembah tampak Curug Cigamea yang sangat indah buat saya. Perjalanan waktu tempuh selama 2 jam dari bekasi dengan motor sudah terbayarkan. I left it with a smile....and I promise I WILL BE BACK!!!!
Pukul 17.30 saya meninggalkan lokasi Curug Cigamea, the hidden paradise for me dan saya sudah berhasil menaklukan rasa penasaran saya. Tapi saya masih punya 3 Curug lagi di kawasan yang sama yang masih belum di sentuh. Perjalanan pulang diantara rerimbunan pinus dan hari yang hampir gelap...saya menemukan segerombolan anak-anak kecil penjaja makanan dan rokok. Iba rasanya...seandainya saya membawa mobil, saya ingin mengajak mereka bareng...sampai tempat yang mereka ingin tuju. Karena kasihan jaraknya cukup jauh dengan jalan kaki.
Perjalanan kali ini sangat menyenangkan....semua tercapai dan hasilnya sungguh diluar dugaan. Begitu keluar dari pintu gerbang kawasan wisata taman nasional gunung Halimun....hujan mulai turun rintik-rintik. Sepertinya Tuhan mengabulkan doa saya tadi, hujan tidak lama berhenti. Dan ternyata dikota Bogor hujan deras baru saja mengguyur, karena terlihat dari jalanan yang sangat basah. Dan sepertinya ini waktunya untuk menikmati wisata kuliner di Bogor.
Opps...didepan kampus IPB Darmaga Bogor terdapat sebuah warung kecil dipinggir jalan bertuliskan “Nasi Kucing Solo”. Saya masih menimbang-nimbang, apakah saya harus mencobanya?? Dan akhirnya saya berhenti, membalikkan motor dan menuju ke warung nasi kucing solo tersebut. Nasi Kucing mengingatkan saya semasa masa kuliah di kawasan Babarsari, Yogyakarta pada tahun 1995. Menu nasi kucing sangat minim, sebuah nasi bungkus sebesar kepalan tangan orang dewasa yang berisi sayur bening dan orek tempe/tahu/telur dadar dengan harga Rp 500/bungkusnya dan sangat cocok sekali sekali buat kantung mahasiswa seperti saya ditahun 1995an. Saat ini nasi kucing solo yang saya tuju sudah seharga Rp 1500/bungkus dengan menu sayur + telur/tongkol, masih murah khan??? Saya memesan sebuah nasi kucing isi telur kemudian saya tambahkan tempe dan rempela ati serta segelas wedang jahe untuk penghangat badan. Sambil makan saya mengajak ngobrol si penjual yang ternyata berasal dari Boyolali, Jawa Tengah. Sebut saja namanya Mas Hek dan ia baru 3 bulan buka warung tersebut, sebelumnya ia menjadi supir dan penjaga fotokopi didekat kampus IPB. Ia juga yang memasak makanan tersebut dan ternyata ia seorang anak yatim piatu. Obrolan kami sore itu cukup menarik, saya menyarankan agar ia mengubah konsep warung kaki limanya menjadi warung lesehan. Dan ia juga bercerita bahwa warungnya ramai oleh anak kuliahan kalau malam, cuma sayang malam itu adalah masih liburan bagi anak kuliahan. Tapi ia masih bersyukur karena masih cukup ramai pembelinya. Wedang jahenya cukup enak dan membuat badan saya hangat. Mas Hek sangatlah ramah dan saya cukup berkesan dengannya. And it’s time for me to go home. Setelah berpamitan, saya pulang. Mak Hek kembali melayani seorang pelanggannya, seorang mahasiswi.
It’s a lovely journey....I met alot of things and they were so nice to me. God has given me a gift, so I could get a multi package of joy....an amazing nature, a nice couple and a nice evening conversation. I promise I wil be back and eat nasi kucing solo, sambil menikmati alunan musik dari KLA Project – Yogyakarta........Ciao, Bella!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H