Mohon tunggu...
Katarina Krissanty
Katarina Krissanty Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hello!

Selanjutnya

Tutup

Film

Kenapa Sih Film

12 November 2022   19:40 Diperbarui: 13 November 2022   18:36 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo! Kali ini kita akan kembali membahas tentang film Indonesia nih!

Ngomong-ngomong soal film, kalian semua pasti sudah tidak asing dengan film "Dua Garis Biru" (2019)? Pasti sebagian besar dari kalian sudah pernah menonton film ini, kan?

Film yang disutradarai oleh Gina S. Noer ini menceritakan tentang sepasang kekasih, Dara (Adhisty Zara) dan Bima (Angga Yunanda).

Hubungan mereka layaknya hubungan asmara anak SMA pada umumnya, bahkan teman-teman dan orang tua mereka pun mendukung hubungan mereka.

Hingga pada suatu hari, Dara dan Bima melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan sebelum menikah.

Tak lama setelah itu, Dara hamil. Mereka sempat ingin menggugurkan bayi yang ada di dalam perut Dara, tetapi akhirnya mereka mengurungkan niatnya.

Suatu hari saat sedang olahraga, perut Dara tidak sengaja terkena bola dan mereka yang panik secara tidak sengaja menyebut soal bayi yang ada di perut Dara.

Akhirnya orang tua Dara dipanggil oleh pihak sekolah dan Dara dikeluarkan. Setelah orang tua Dara tahu, Dara diusir dari rumah dan akhirnya tinggal di rumah Bima.

Orang tua Dara berencana menyerahkan bayi yang ada dalam kandungan Dara kepada tante dan omnya setelah lahir. Sementara orang tua Bima menyarankan mereka untuk menikah.

Setelah menikah, Bima bekerja di restoran milik ayah Dara.

Dara yang ingin melanjutkan sekolah di Korea membuat hubungan pernikahan mereka di umur yang masih belia sering mengalami masalah.

Dan akhirnya setelah anak mereka lahir, Dara tetap pergi ke Korea untuk melanjutkan sekolahnya.

Kontroversial

Film ini dianggap kontroversial oleh masyarakat. Film "Dua Garis Biru" (2019) menuai banyak kontra dari banyak kalangan dan dianggap tidak layak dipertontonkan karena mengangkat tema kenakalan remaja yang dianggap dapat memengaruhi remaja yang menonton untuk melakukan hal yang sama dengan Dara dan Bima.

Bahkan, masyarakat membuat petisi yang berisi "jangan loloskan film yang sudah menjerumuskan".

Karena banyaknya kontra, film ini sempat dicekal (Purnamasari, dalam Jurdjo dan Mutma, 2020: 190).

Namun, disamping banyaknya kontroversi dan kontra dari masyarakat, film "Dua Garis Biru" (2019) sukses mendapatkan banyak penonton, dan banyak juga yang mendapatkan pelajaran setelah menonton film ini.

Pendapat Penonton

Dalam sebuah film, keterlibatan penonton juga sangat berpengaruh pada proses pendistribusian film.

Pendistribusian film yang berhasil dapat berpengaruh pada kemajuan ekonomi negara dan juga memajukan banyak industri lain (Astuti, 2022: 41).

Di sini saya sudah bertanya kepada tiga penonton dengan latar belakang yang berbeda terkait pendapat mereka tentang film "Dua Garis Biru" (2019).

Penonton 1 yaitu DA, merupakan seorang mahasiswa berumur dua puluh tahun. Menurut DA, dari segi alur cerita, film "Dua Garis Biru" (2019) sangat menarik.

Para pemeran juga sangat mendalami peran sehingga DA merasa terbawa emosi dan dapat membayangkan berada di posisi Dara dan Bima.

Namun, DA berpendapat pada akhir cerita sedikit aneh karena seorang ibu rela meninggalkan anaknya demi ambisinya ke Korea.

Pesan yang diperoleh DA dari film ini adalah harus memperhitungkan masa depan ketika memutuskan untuk berhubungan badan sebelum menikah, harus siap dengan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan, dan berani bertanggung jawab.

DA berpendapat bahwa keputusan mereka untuk mempertahankan bayi sudah hebat, tetapi untuk parenting mereka memang belum siap.

Penonton 2 yaitu DM, seorang pekerja swasta berumur 22 tahun. Menurut DM, alur cerita film ini juga sangat menarik, konfliknya sangat relate dengan kehidupan saat ini, cerita tidak berlebihan dan akting pemeran juga sangat apik.

Selain itu, DM juga mengatakan bahwa yang membuat film ini menarik adalah menggunakan hal-hal seperti ondel-ondel atau buah stroberi yang hancur dalam blender untuk mengajak penonton memaknai sesuatu.

Pesan yang diperoleh DM dari film ini adalah perlunya pemberian edukasi seksual kepada anak-anak agar mereka mengerti batasan, serta belajar bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat.

Penonton 3 yaitu AF, seorang pelajar SMA berumur tujuh belas tahun. Menurut AF, dalam film "Dua Garis Biru" (2019) ini sudah baik.

Sinematografi dalam film cukup detail dan membuat penonton dapat menangkap makna-makna yang diberikan. Akting para pemeran juga sangat baik, khususnya Zara yang baru debut sebagai pemeran utama. Alur cerita juga sangat menarik dan tidak berlebihan, bahkan beberapa adegan diselingi lelucon yang mengandung makna, contohnya saat keluarga Bima datang ke rumah Dara untuk melamar dan GPS Bima berbunyi.

Pesan yang diperoleh AF dari film ini adalah menikah dan menjadi orang tua di usia belia tidaklah mudah seperti yang selama ini dikatakan orang-orang. Selain itu, tokoh Dara yang digambarkan pintar pun belum tentu bisa menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Daftar Pustaka

Astuti, R. A. V. N. P. (2022). Buku Ajar: Filmologi Kajian Film. Yogyakarta: UNY Press.

Jurdjo, D. P., Mutma, F. S. (2020). Pemaknaan Penonton Dewasa Muda terhadap Pesan Pendidikan Seksual dalam Film Dua Garis Biru. Jurnal Komunikasi, 14(2), 187-198. DOI: https://doi.org/10.21107/ilkom.v14i2.6634

Nabilla, F. (2021, Juli 28). Sinopsis Film Dua Garis Biru: Edukasi Seks dari Kisah Kehamilan Remaja. https://www.suara.com/entertainment/2021/07/28/192959/sinopsis-film-dua-garis-biru-edukasi-seks-dari-kisah-kehamilan-remaja 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun