Pasca pemerintah kembali menerapkan phycal distancing berskala besar (PSBB) jilid II, pelbagai elemen meminta penyelenggara tunda pemilihan kepala daerah serentak 2020 (Pilkada).Â
Alasannya, tentu karena rasa kemanusiaan dan menjaga kesehatan warga. Meskipun beragam ide disampaikan, selama warga tak sadar aturan, Covid-19 akan banyak memakan korban.
Pilkada di tengah pandemi, memang memiliki risiko yang amat besar, di sela-sela. Kemanusiaan, dan kesehatan adalah tanggung jawab negara.Â
Pelaksanaannya terjadi di mana pertumbuhan ekonomi nasional sedang melorot tajam. Momen kali ini, terkesan menjadi sulit diagendakan akibat narasi-narasi negatif yang kian muncul membuat sikap publik malah pesimis.
Sejumlah polemik muncul ke permukaan, aspirasi rakyat untuk menunda pilkada serentak 2020, pembatalan RUU Omnibus Law tentang cipta kerja, dll.Â
Sekelompok pelajar dari tingkat sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi menggelar aksi di tengah kerumunan massa yang jelas-jelas melanggar regulasi PSBB.Â
Padahal, masih dalam situasi pandemi.
Pelanggaran hukum terkait protokol kesehatan masih banyak terjadi di tengah pandemi Covid-19 ini, hal itu timbul tanda tanya besar.Â
Kenapa kita yang menghendaki negara untuk menjaga kesehatan malah mereka yang melanggar aturan Prokes?Â
Apakah kita telah sadar bahwa untuk mengupayakan pilkada yang efektif perlu kesadaran hukum yang tinggi?
Pilkada adalah momen politik kerakyatan (democracy) sebagai alat bantu untuk mewujudkan kepentingan orang banyak dan melahirkan kebijakan-kebijakan proaktif serta paket regulasi perundang-perundangan yang melindungi hak-hak rakyat, misalnya. Peraturaan KPU (PKPU) yang baru Nomor 6 Tahun 2020 yang memuat mekanisme penegakan aturan protokol kesehatan.
Penegakan Hukum