Di samping itu juga protokol kesehatan perlu di terapkan pada saat kampanye. Biasanya kampanye berkumpul di suatu lapangan dengan menyampaikan visi misi serta program yang di buat, kali ini ada wajah baru Pilkada serentak yakni untuk mentaati protokol kesehatan sebagai wujud bela negara dalam upaya ketahanan kesehatan.
Di samping Paslon yang mengkampanyekan kesehatan, penulis kira kewajiban partai politik untuk mengedukasi masyarakat mengenai kesehatan, upaya tersebut terbentuk melalui kesadaran kolektif bahwasanya COVID-19 menjadi musuh bersama.Â
Partai politik harus mencuri start selain untuk mempromosikan bakal calon yang diusung, parpol juga harus mendorong kesadaran rakyat akan kebersihan dan kesehatan.Â
Bukan hanya dalam meme-meme yang ada di media sosial saja, tetapi sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat perlu turun untuk menciptakan kondisi yang edukatif.
Selain itu Bawaslu sebagai lembaga yang mengawasi pesta demokrasi ini, harus menindak tegas jikalau partai atau paslon melanggar protokol kesehatan, hal ini dimaksudkan adanya check and balance terkait keamanan kesehatan dalam pemilu, maka dari saat inilah semua lembaga yang melaksanakan tugas negara untuk menyelenggarakan pilkada serentak harusnya sudah mulai mengedukasi masyarakat kedepannya meminimalisir apa yang sudah menjadi ketetapan demi Indonesia sehat jasmani dan rohani.
NKRI Harga Mati
Bisa kita bayangkan mengenai Pilkada pada Desember nanti semua orang di daerah yang kususnya melaksanakan pemilu serentak menjadikan sebuah berita atau buah bibir mengenai tatanan sebuah demokrasi di Indonesia, Â salah satunya Pilkada.Â
Pilkada bisa menjadi sebuah pembelajaran dan juga berpotensi menimbulkan perpecahan antar masyarakat. Hal ini tergentung bagaimana pemerintah, parpol, paslon, lembaga penyelenggara, aparat kemanan, mampu saling melaksanakan tupoksi sesuai tugas-tugas.Â
Belajar dari Pilpres dan Pilkada sebelumnya, konflik kepentingan amatlah kental. Di sinilah gaya baru bela negara pada masa pandemi yang diusung penulis, mulai dari kampanye digital di media sosial, aplikasi pelayanan publik, sebagai bentuk edukasi politik kepada masyarakat untuk menghindari politik uang, sampai politik agama dan etnis.
Mengingat masyarakat Indonesia yang majemuk dan multikultural inilah yang berpotensi konflik hanya karena beda pendapat pemilih. Kesadaran bela negara semacam ini untuk membentuk negara yang damai, adil, plural bagi penulis adalah sebuah keniscayaan warga negara akan pembelaan negara yang tidak menyerah.Â
Di sisi lain pendidikan politik bagi warga negara teramat dikedepankan, khususnya golongan muda. Pemuda yang antipati akan literasi politik, literasi humaniora dan literasi agama ialah pemuda tidak mau bergerak serta putus asa.