Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Evaluasi Konvoi Pendaftaran Paslon Pilkada, Aturan Harus Ditegakkan

7 September 2020   00:12 Diperbarui: 7 September 2020   05:56 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerumunan massa dari pendukung salah satu paslon Pilwako Bukit Tinggi - Foto: Istimewa

BELUM juga kering mulut para Komisioner KPU-Bawaslu baik pusat maupun daerah untuk mengingatkan para paslon tidak konvoi bersama pendukungnya saat mendaftar ke KPU pada hari pertama pendaftaran, Jumat (4/9), di hari kedua pendaftaran, para Paslon Pilkada 2020 masih terlihat arak-arakan berkerumun bersama pendukungnya.

Bahkan, Menteri Dalam Negeri juga sudah tegas menegur secara tertulis salah seorang Bupati yang merupakan calon incumbent. Adalah Bupati Karawang dr. Cellica Nurrachadiana yang mendapatkan 'surat cinta' (teguran tertulis) dari Mendagri karena menggelar arak-arakan massa saat mendaftar ke KPU.

Menurut Mendagri, dirinya berhak menegur dalam kapasitas sebagai pembina Kepala Daerah. Sementara untuk kandidat yang bukan incumbent atau bukan berstatus sebagai Kepala Daerah, jika melanggar aturan protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada, ada Bawaslu yang bisa menegurnya.

Kembali ke soal abainya para paslon PilkadaSerentak 2020 terhadap protokol kesehatan dengan melibatkan ratusan bahkan ribuan orang pendukungnya untuk konvoi, arak-arakan hingga mengakibatkan kerumunan massa yang tidak menjaga jarak: di hari ketiga, Minggu (6/9), yang merupakan hari terakhir pendaftaran, di sejumlah daerah masih terlihat para Paslon yang diantar dengan konvoi para pendukungnya.

Kondisi ini sungguh sangat mengkhawatirkan. KPU, Bawaslu dan Pemerintah harus mengevaluasinya. Agar tahapan selanjutnya seperti kampanye, hingga pemungutan suara dan penetapan pemenang tidak ada lagi pelanggaran protokol kesehatan.

Penyelenggara Pemilu harus bertindak tegas! Penegakan hukum atau sanksi terhadap paslon yang melanggar harus dijalankan agar ada efek jera.

Ini serius. Harian Kompas sampai menjadikan Headline di halaman depannya berita berjudul: "Pilkada Berpotensi Jadi Kluster Baru Covid-19."

Media sebagai bagian pilar demokrasi, tentu saja berkewajiban mengoreksi jika ada yang salah dalam proses demokrasi. Kompas dengan berita berjudul seperti itu bukannya memframing agar Pilkada ditunda atau masyarakat menjadi apatis terhadap Pilkada. Bahkan ketakutan berpartisipasi datang ke TPS nanti tanggal 9 Desember 2020.

Jangan salahkan KPU, Bawaslu dan Pemerintah. Tapi memang peserta Pemilu yaitu para Kandidat yang notabene bagian dari Partai Politik yang harusnya mengevaluasi dirinya masing-masing.

Jangan salahkan juga masyarakat secara umum, jika nanti mereka memilih untuk golput, karena memang parpol dan elitenya tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat.

Andai saja setiap DPP, DPD atau DPC dengan tegas mengarahkan para kandidat dan pendukungnya untuk tidak melakukan arak-arakan, konvoi, maupun ikutan mengantar jagoannya mendaftar ke KPU, kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan yang terlihat dalam tiga hari ini mungkin tidak akan terjadi.

Memang ada sebagian Paslon yang taat dan patuh. Dan ada juga Pimpinan DPD, DPC yang sudah mengeluarkan imbauan kepada kadernya untuk tidak melakukan konvoi, namun itu hanya sebagian kecil. Skalanya 100 banding 1 dari total 270 daerah, dimana setiap daerah ada minimal 2 paslon, bahkan ada yang hingga 5 pasangan kandidat. Taruhlah 1 paslon didukung minimal 2 partai pendukung. 1 partai pendukung mengirimkan 50 orang saja untuk konvoi, berarti jika ada 2 parpol pendukung, 1 paslon bisa diantar sekitar 100 orang pendukung. Jika 2 atau tiga paslon, berarti ada 300 orang pendukung yang terlibat konvoi.

Bahkan di Bukit Tinggi, ada Paslon yang didukung tokoh Ulama tersohor ikut mengantar ke KPU sehingga mengundang massa hingga ribuan orang untuk konvoi.

Di Binjai, Sumatera Utara, salah seorang calonnya ada yang positif. Di Lampung Selatan juga, salah seorang calonnya juga ada yang positif COVID-19. Tentu saja hal itu membuat seluruh pendukung dan seluruh Petugas KPU yang menerima saat pendaftaran harus dites apakah tertular atau tidak.

Singkat kata, tulisan ini bukannya ingin mencari kambing hitam siapa yang bertanggung jawab dan salah. Mari bersama-sama kita evaluasi, dan jadikan pelajaran berharga untuk ke depannya tahapan Pilkada lebih diperketat lagi setiap aturan protokol kesehatan.

Tidak ada lagi kompromi bagi para pelanggar protokol. Karena Pilkada ini penting dan kesehatan masyarakat jauh lebih penting, maka para peserta Pemilu harus mengarahkan pendukungnya untuk disiplin dan jangan abai terhadap protokol kesehatan.

Tidak ada lagi alasan karena ini pesta demokrasi dan tidak bisa menghalangi antusiasme pendukung untuk terlibat dalam setiap proses pelaksanaan Pilkada. Semua itu tergantung pimpinan Parpol, Kandidat itu sendiri dan kesadaran para pendukung.

Ayo kita bersama-sama kawal Pilkada 2020 agar tetap demokratis dan aman COVID-19. Jangan jadikan Pilkada sebagai kluster penyebaran COVID-19 yang lebih massif lagi.

Para Penyelenggara Pemilu harus melibatkan aparat keamanan, TNI-Polri untuk menegakkan hukum. Ke depan tidak ada lagi kampanye atau pengumpulan massa seperti saat pendaftaran.

Ingat, COVID-19 tidak bisa dianggap remeh. Korban sudah banyak berjatuhan dan tidak mengenal usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun