BELUM juga kering mulut para Komisioner KPU-Bawaslu baik pusat maupun daerah untuk mengingatkan para paslon tidak konvoi bersama pendukungnya saat mendaftar ke KPU pada hari pertama pendaftaran, Jumat (4/9), di hari kedua pendaftaran, para Paslon Pilkada 2020 masih terlihat arak-arakan berkerumun bersama pendukungnya.
Bahkan, Menteri Dalam Negeri juga sudah tegas menegur secara tertulis salah seorang Bupati yang merupakan calon incumbent. Adalah Bupati Karawang dr. Cellica Nurrachadiana yang mendapatkan 'surat cinta' (teguran tertulis) dari Mendagri karena menggelar arak-arakan massa saat mendaftar ke KPU.
Menurut Mendagri, dirinya berhak menegur dalam kapasitas sebagai pembina Kepala Daerah. Sementara untuk kandidat yang bukan incumbent atau bukan berstatus sebagai Kepala Daerah, jika melanggar aturan protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada, ada Bawaslu yang bisa menegurnya.
Kembali ke soal abainya para paslon PilkadaSerentak 2020 terhadap protokol kesehatan dengan melibatkan ratusan bahkan ribuan orang pendukungnya untuk konvoi, arak-arakan hingga mengakibatkan kerumunan massa yang tidak menjaga jarak: di hari ketiga, Minggu (6/9), yang merupakan hari terakhir pendaftaran, di sejumlah daerah masih terlihat para Paslon yang diantar dengan konvoi para pendukungnya.
Kondisi ini sungguh sangat mengkhawatirkan. KPU, Bawaslu dan Pemerintah harus mengevaluasinya. Agar tahapan selanjutnya seperti kampanye, hingga pemungutan suara dan penetapan pemenang tidak ada lagi pelanggaran protokol kesehatan.
Penyelenggara Pemilu harus bertindak tegas! Penegakan hukum atau sanksi terhadap paslon yang melanggar harus dijalankan agar ada efek jera.
Ini serius. Harian Kompas sampai menjadikan Headline di halaman depannya berita berjudul: "Pilkada Berpotensi Jadi Kluster Baru Covid-19."
Media sebagai bagian pilar demokrasi, tentu saja berkewajiban mengoreksi jika ada yang salah dalam proses demokrasi. Kompas dengan berita berjudul seperti itu bukannya memframing agar Pilkada ditunda atau masyarakat menjadi apatis terhadap Pilkada. Bahkan ketakutan berpartisipasi datang ke TPS nanti tanggal 9 Desember 2020.
Jangan salahkan KPU, Bawaslu dan Pemerintah. Tapi memang peserta Pemilu yaitu para Kandidat yang notabene bagian dari Partai Politik yang harusnya mengevaluasi dirinya masing-masing.
Jangan salahkan juga masyarakat secara umum, jika nanti mereka memilih untuk golput, karena memang parpol dan elitenya tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat.
Andai saja setiap DPP, DPD atau DPC dengan tegas mengarahkan para kandidat dan pendukungnya untuk tidak melakukan arak-arakan, konvoi, maupun ikutan mengantar jagoannya mendaftar ke KPU, kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan yang terlihat dalam tiga hari ini mungkin tidak akan terjadi.