Bahkan, bukan tidak mungkin Pilkada 2020 menjadi momentum kalangan radikalis untuk mendompleng paslon tertentu dengan melakukan praktik-praktik intoleran dan SARA. Dengan begitu, hal paling fundamental adalah upaya preventif dengan melakukan penyadaran pada masyarakat.
Deradikalisasi harus terus digalakkan bagi masyarakat, Masyarakat harus diberi pemahaman tentang betapa pentingnya menjaga perdamaian dan merawat tali persaudaraan.Â
Ini adalah langkah untuk membendung upaya radikalisasi kelompok-kelompok teroris yang memang hendak menjadikan nusantara sebagai hotspot radius mereka.Jangan sampai, indonesia yang beragam ini nelangsa karena kedamaian masyarakatnya direnggut oleh kelompok radikalis
Literasi Politik
Secara demografis, Pilkada 2020 akan didominasi oleh aktor politik dari kalangan muda dan milenial. Tren politik milenial hari ini memang mendapatkan momentumnya, sehingga segmen ini tidak lagi hadir sekadar sebagai obyek politik, tetapi juga menjadi subyek politik. Tren poltiik milenial hari ini banyak mengandalkan perangkat digital.
Penggunaan aktivitas politik 'dalam jaringan' ini dilakukan bahkan tidak hanya pada momentum elektoral, tetapi juga pada isu setiap hari. Bahkan, pada konteks pilkada, kampanye banyak dilakukan melalui medium digital menggunakan media sosial. Soalnya adalah, kegiatan politik media sosial ini tak melulu konstruktif dan positif, tapi justru sebaliknya.
Karena itu, dalam kontestasi elektoral, literasi politik merupakan syarat utama untuk membentuk simpul dan jejaraing pemilih rasional.Â
Sebab, literasi politik didefinisikan sebagai kemampuan dalam memahami isu politik, strategi kampanye, dan kecenderungan kandidat memengaruhi pemilih. Ini artinya, melalui literasi politik pemilih diharapkan dapat menggunakan pandangan kritisnya dalam memilih kadidat.
Setidaknya, dengan semakin kuatnya basis literasi politik warga, Pilkada bukan sekadar ritus lima tahunan. Tetapi, lebih dari itu, Pilkada menjadi momentum konsolidasi demokrasi sehingga melahirkan pemimpin visioner, berpijak pada keadilan dan kesejahteraan bersama.
Ya, muara dari Pilkada itu sendiri titik tekannya adalah kebaikan dan kesejahteraan bersama. Demokrasi hanya tools atau jalan menuju ke sana: terciptanya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan cita-cita besar para Pendiri Republik.
Untuk itu, momentum 9 Desember 2020 nanti adalah konsensus bersama kita yang sudah diwakilkan oleh para Anggota DPR sebagai representasi keterwakilan rakyat bersama dengan Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu untuk sama-sama mensukseskan Pilkada serentak.
Ada pun penolakan Pilkada atau mendesak untuk menunda Pilkada adalah dinamika dan riak-riak demokrasi yang merupakan keniscayaan. Tugas Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu hanya meyakinkan publik bagaimana Pilkada tidak akan menjadi klaster penularan Covid-19.