"All Humans Are Born Entrepreneurs" - Muhammad Yunus (Bangladesh), pendiri Grameen America dan peraih Nobel Perdamaian.
Pengangguran masih menjadi permasalahan bangsa ini, bahkan negara maju pun menghadapi persoalan pelik yang sama. Tidak seimbangnya jumlah pencari kerja dengan lapangan pekerjaan menjadi pemicunya.
Efeknya kemiskinan semakin merajarela, bahkan yang sudah memiliki pekerjaan masih belum sejahtera karena penghasilan yang didapat belum bisa memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal.
Lebih runyam lagi jika menengok makin ketatnya persaingan. Alih-alih hanya berkompetisi dengan tenaga kerja sebangsa, kita harus bersaing dengan pencari kerja dari negara-negara ASEAN lain lantaran sejak 31 Desember 2015 yang artinya efektif sejak Januari tahun ini, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai berlaku.
Selain meningkatkan kemampuan dan kualitas kerja, apakah ada pilihan lain yang bisa kita lakukan di tengah persaingan global yang semakin kencang ini?
Wirausaha! Itu kunci sekaligus solusinya. Mengapa masih mencari pekerjaan jika kita bisa membuka lapangan pekerjaan dengan berwirausaha.
Berwirausaha juga berarti turut membangun ekonomi bangsa secara aktif. Secara umum berlaku rumusan bahwa agar perekonomian berkembang, maka setiap negara harus memiliki pengusaha sebanyak minimal 2% dari total jumlah penduduk.
Dibandingkan negara ASEAN lainnya Indonesia sangat tertinggal dalam hal jumlah pengusaha. Sebut saja di Singapura mereka sudah punya 7%, Malaysia 5% dan Thailand 3% pengusaha dari jumlah penduduk mereka masing-masing.
Untuk mencapai jumlah 2% tersebut, negara harus menumbuhkan jiwa dan melahirkan wirausahawan baru. Dengan memberikan pendidikan yang layak ditambah keterampilan di dalamnya sehingga setelah menyelesaikan masa studinya, mereka tidak usah bingung mencari pekerjaan lagi.
Apalagi jika merujuk kutipan dari Muhamaad Yunus di atas, setiap individu sejatinya telah memiliki jiwa kewirausahaan. Tinggal kita membangunkan 'entrepreunership DNA' masing-masing.
Tak banyak perhatian ke sektor wirausaha. Masyarakat di lepas ke belantara bernama persaingan bebas dimana isinya adalah para pengusaha mapan yang jauh lebih siap untuk bersaing. Mereka punya nafas panjang dengan modal yang besar, jaringan yang siap dan pengalaman yang matang.
Bisa dibilang satu-satunya tokoh di Indonesia yang memiliki konsistensi tinggi memperjuangkan hal ini Hary Tanoesoedibjo. Keluar masuk kampus hingga pesantren jauh di daerah pegunungan, jauh dari hiruk pikuk perkotaan, HT membangun mental anak muda untuk tidak boleh
Di sisi lain dia berjuang agar pemerintah memberikan mereka kemudahan, memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh menjadi besar. Itu dia perjuangkan dengan waktu, perjalanan ribuan kilometer, dan dengan biaya yang dikeluarkannya sendiri. Semua itu untuk melahirkan para penerus bangsa ini menjadi pengusaha produktif yang membangun bangsanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H