Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Lainnya - Pakar tidak jelas

Manusia biasa yang biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ini Bukan Pro-Kontra Citayem Fashion Week

26 Juli 2022   11:50 Diperbarui: 26 Juli 2022   14:02 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kehidupan terus berlalu, haha ini tulisan ringan saja tidak usah berat berat, begini, beberapa hari yang lalu atau beberapa minggu belakangan ada banyak permasalahan (bagi saya) kali ini saya hanya akan sedikit membahas beberapa diantaranya.

Satu, skripsi. Bagi mahasiswa menjelang senja seperti saya (assek) sepertinya memang sudah saatnya pembahasan skripsi mulai terdengar dan dibicarakan. Hal ini dimulai sejak terbitnya surat pengumuman ajuan judul skripsi yang ditanda tangani oleh ketua prodi administrasi publik, bapak Suyeno, S.Sos., M.AP, ketua prodi administrasi bisnis, ibu Khoiriyah Trianti, S.E., M.S.A dan mengetahui Wakil Dekan 1 FIA Unisma bagian akademik ibu Daris Zunaida, S.AB., M.AB.

Pengumuman ini dapat dinilai resmi sebab lengkap dengan kop surat fakultas serta lembaran asli milik Universitas Islam Malang. Sejauh itu (sampai surat ini) pembahasan para mahasiswa, teman teman sekitar hanya memikirkan dan membingungkan judul apa yang akan diajukan. Akhirnya pembahasan itu berubah setalah ada surat edaran baru atau surat pengumuman baru yang disebarkan oleh admin prodi fia publik dalam story whatsAppnya, pertanyaannya apa yang berbeda antara surat edaran awal dengan surat edaran terakhir?.

Perbedaannya adalah surat pertama lengkap dengan kop surat fakultas dan lembaran kertas asli milik Universitas Islam Malang, sedangkan surat kedua tanpa kop surat fakultas dan lembaran avs biasa, bukan lembaran asli milik Universitas Islam Malang. Kedua, surat pertama tidak ada alur yang menjelaskan bahwa harus membayar untuk kebutuhan skripsi sebesar Rp.750.000 sedangkan disurat kedua tertera dengan jelas untuk membayar secara berangsur menjadi dua tahap, tahap pertama saat mengajukan judul sebesar Rp.375.000 dan kedua saat pendaftaran ujian skripsi sebesar Rp.375.000.

Perbedaan ketiga, surat pertama ditanda tangani oleh masing masing ketua prodi dan mengetahui Wakil Dekan I Fia Unisma, sedangkan surat kedua ditanda tangani oleh Wakil Dekan II fia Unisma Bapak Hirshi Anadza, S.Hub.Int., M.Hub.Int dan mengetahui Dekan FIA Unisma Dr. Rini Rahayu Kurniati, M.Si. Ketiga perbedaan ini memunculkan pertanyaan, apa iya? pimpinan fakultas ilmu administrasi Universitas Islam Malang yang akan membawa peradaban untuk dunia tidak mampu melakukan koordinasi dan komunikasi? apa iya, begini tata usaha yang dimiliki fakultas? sayang saja saat Universitas Islam Malang menyiapkan lembaran kertas resmi namun pihak fakultas malah menggunakan kertas lain, atau jangan jangan ada permasalahan dalam internal kelembagaan?. Ini hanya pertanyaan liar.

Di satu sisi mahasiswa selalu dituntut disiplin dan disiplin, ke kantor pakai sepatu lah, baju harus rapi lah, tapi hal-hal administratif yang kecil memberikan contoh untuk tidak tau aturan dan se enaknya saja, mungkin berfikirnya "kita punya wewenang, gas saja sebar suratnya" seolah tidak berfikir bahwa setiap sikap dan kata seorang pemimpin adalah kebijakan untuk rakyatnya (ini teori yang dulu disampaikan oleh Bapak Didik Supriyanto yang sekarang sudah Doktor, selamat atas gelarnya bapak, hehe, jika membaca). Mahasiswa yang seharusnya menerima pelayanan dengan baik malah jadi bingung kebijakan mana yang harus diikuti dan hingga detik ini pihak fakultas seolah sengaja membiarkan kebijakan itu tanpa kejelasan.

Belum lagi kenaikan biaya skripsi yang awalnya Rp.650.000 naik seratus ribu tahun ini menjadi Rp.750.000 bagi saya sih tidak masalah sah-sah saja, kan saya orang kaya haha, aamiin. Tunggu-tunggu jangan becanda, ini serius. Kenaikan seratus ribu mungkin dikira dapat tertutupi dan tidak diketahui karena pembayaran untuk skripsi tahun ini dibagi dua tahap, sehingga kesannya tidak terlalu banyak (biasa bahasa psikologis) tapi pihak fakultas tidak pernah menjelaskan alokasi dana itu, mungkin saja saat ditanya beliau beliau itu akan menjawab (kasarannya) "ini urusan dapur fakultas". Ya sih, benar itu adalah hak fakultas tapi boleh tidak hak mahasiswa yang ingin tahu alokasi dana kenaikan itu kemana? kan kita juga punya hak, semisal "ini dinaikkan karena kebutuhan fakultas dan kebutuhan dosen meningkat, jadi harus dinaikkan supaya kebutuhan fakultas dan dosen dapat terpenuhi" kan jika seperti ini jelas, ini semisal ya, semisal. Ada satu kalimat yang saya ingat dari presiden Jokowi (mohon izin ya bapak) kira-kira begini "Setiap regulasi adalah pisau bermata dua, bisa jadi objek transaksi dan korupsi. Pangkas regulasi yang membebani masyarakat." - Joko Widodo.

Mau nanya lagi nih, apa iya setiap tahun akan ada kenaikan terus?, tunggu dulu, faktanya angkatan 2017 - 2018 itu sama, sama sama Rp.650.000, kalau tidak percaya tanya saja sama mahasiswa angkatan 2018 dan 2017 insyaallah masih dalam keadaan sehat wal afiat. Saya bukan tidak percaya terhadap pengelolaan dana fakultas, hanya saja khawatir terjadi pengunduran wakil dekan II lagi (eh apa hubungannya ya, haha). Tidak tidak, jadi begini, ini seperti bahan pokok aja, musiman naiknya atau pihak fakultas berprasangka baik mendo'akan supaya angkatan 2019 kaya kaya, bisa saja, ya mungkin begitu.

Saya kasih info nih, mahasiswa khususnya angkatan 2019 akhir bulan ini dihadapkan dengan banyak pembayaran, ya tidak?. Mulai dari separuh pembayaran saat hendak mengajukan judul skripsi, dimana batas akhirnya sudah tanggal 5 Agustus 2022, belum lagi ujian magang, kkn yang juga naik 300 ribu (sama sama tanpa kejelasan), pendalaman keIslaman, daftar ulang atau registrasi sehingga pengeluaran bulan ini amat sangat terasa sekali.

Saya hanya kebingungan, pada siapa saya bisa mengadu, saat Dewan Perwakilan Mahasiswa yang ada di FIA keluar dari Tupoksi dan mementingkan eksistensi serta pribadi dengan menghamburkan uang yang mahasiswa sumbangkan untuk acara cermonial yang amat sangat jauh dari tugas dewan perwakilan mahasiswa. Awalnya ada juga secercah sinar harapan dari kementerian baru Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Malang, yakni kementrian advokasi dan kesejahteraan mahasiswa (yang beberapa bulan lalu mendapat penghargaan kementerian terbaik atau apa gitu, lupa saya) namun akhir akhir ini kementrian tersebut tidak lebih sebagai humas kampus (lihat saja di akun instagram BEM U) sudahlah tidak usah membahas itu, terlalu panjang hehe. Teruntuk setiap yang membaca ada pesan dari Alissa Wahid "Sebagian besar dari kita melihat kasus korupsi seperti menonton infotainment. Kita merasa tidak terdampak langsung."

Terakhir sebelum tulisan ini usai, saya teringat kalimata Tan Malaka bahwa ada 3 tujuan pendidikan, salah satunya ialah memperhalus perasaan, jika ada perasaan yang belum halus sebaiknya gelar gelar itu perlu diletakkan pada tempatnya, yang biasa ada di sudut sudut tempat, biasanya tulisannya begini "buanglah sampah pada tempatnya" hehe dan sejak saya memutuskan tulisan ini dibaca oleh orang - orang sebelum itu saya berdo'a semoga Tuhan menunjukkan saya pada jalan yang lurus, siratholladina an 'amta alaihim ghairil maghdu bi 'alaihim waladdhollin, Aamin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun