Apakah kue meringue kalah populer dengan kue nastar? Itu pertanyaan di benak saya tatkala berkunjung silaturahmi pada Idul Fitri lalu. Soalnya, beberapa rumah yang saya kunjungi tak lagi menyediakan camilan jadul yang juga disebut kue busa tersebut.
Kebanyakan orang menghidangkan kue nastar di toples dan rengginang walau tak di wadah kaleng Khong Guan. Apakah orang-orang mulai melupakan kue meringue?
Kue meringue, kue berukuran mungil hanya seujung jempol berwarna kecoklatan. Di atasnya ada gula-gula warna-warni seperti merah, kuning, hijau, putih. Kue ini masuk ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda, entah siapa yang memperkenalkannya dan tidak diketahui kapan tepatnya. Dalam bahasa Belanda, kue meringue dikenal sebagai schuimpje.
Bahannya sederhana, yakni putih telur dan gula halus. Tanpa tepung terigu. Kue ini juga mudah lumer saat dikulum di mulut. Ada rasa renyah berpadu dengan manisnya gula kaku.
Kue ini bukan berasal dari Belanda. Kalau menilik sejarahnya, berdasar manuskrip Inggris, kue ini berasal dari Inggris sekitar tahun 1600-an. Dikenal dengan nama roti biskuit putih. Namun sumber lain juga menyatakan kue tersebut dari Swiss sekitar tahun 1720.
Pertama kali saya mengenal kue meringue saat mudik Lebaran ke Kediri dan Ponorogo, mengunjungi kerabat yang merayakan. Saat itu usia saya masih taman kanak-kanak. Kerabat saya itu menyodorkan kue meringue dalam toples. Lantaran melihat saya doyan, waktu keluarga kami hendak pamit pulang, beliau malah mengambil plastik dan menuang seluruh isi toples berisi meringue tersebut. Itupun, beliau menuju dapur dan membawakan beberapa kantong plastik berisi meringue dan jajanan jadul lainnya.
"Buat bekal di jalan ya," katanya dengan hangat.
Pada 1980-an hingga 2000-an, kue meringue masih banyak dijumpai di pasar-pasar di kota saya. Walau ketenarannya kemudian sepertinya memudar karena lebih banyak yang menyajikan kue nastar saat Lebaran. Kabar baiknya ya, masih ada yang menjual kue ini di pasar, meski makin jarang dalam beberapa tahun terakhir. Mungkin ini pula yang jadi penyebab makin jarang keluarga yang menghidangkan meringue sebagai kue Lebaran. Setidaknya, saya tak perlu menunggu momen Idul Fitri untuk menikmati kue ini.
Kabar menggembirakan adalah saat saya bertemu seorang pembuat kue meringue saat mengikuti sebuah pelatihan UMKM, sekitar tahun 2018. Bahkan, di tangannya kue meringue mengalami inovasi. Kue itu tak lagi hanya berwujud kue mungil dengan gula kaku di atasnya, tapi juga bisa dibentuk seperti permen loli beraneka bentuk. Mulai dari unicorn, bunga, buah, domba.