Mohon tunggu...
Maya fahsyita
Maya fahsyita Mohon Tunggu... Seniman - Suka menulis

Suka bercerita melalui sajak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Brandalan Itu Ternyata Seniman

15 Agustus 2019   22:08 Diperbarui: 15 Agustus 2019   22:11 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Brandalan gila"

Celetuk seorang teman

Aku kaget

Dia berkata padahal dia baru melihatnya satu kali. Aneh pikirku.

Hari ini aku melihatnya lagi. Tidak dengan temanku. Brandalan yang katanya gila itu, aku melihat nya tepat di depan mataku, ya dia menolongku yang kesusahan memarkirkan kereta. Kukira dia kang parkir. Tapi bukan. Aku mengucapkan terimakasih padanya, dia cuma senyum dan pergi. Dengan gayanya yang amburadul, celana koyak di lututnya, baju kebesarannya, rambut gondrong nya. Dia menjadi minor di tengah kerumunan ini. Siapa yang tidak menjadikannya pusat perhatian? Aku melihat sebagian orang menatapnya, dengan pandangan aneh, dengan pandangan takut, ada yang berbisik sambil menggelengkan kepala. Tapi, oh tuhan dia berjalan sembari mengutip sampah yang menghalangi jalannya. Siapa orang itu. Pikirku.

Lamunanku buyar ketika seorang teman menyapaku. Namanya dimas, yaa hari ini dimas akan mengajariku melukis. dimas mengajakku duduk di sudut taman. Sembari berjalan memegang alat lukis nya. Dia berkata ingin mengenalkan ku kepada seseorang. Setelah aku dan dimas duduk. Aku melihat lagi brandalan itu mendekat ke arah ku. Lalu aku mendengar dimas memanggil ku dan berkata nah si gondrong sudah datang.

"Siapa dia?" kutanya

"ini temanku, panggil saja sesukamu. Dia seniman"

Aku pun ber-ohh ria.

-Tamat-

Maksudku, aku ingin menyampaikan.

Jangan hakimi seseorang dengan apa yang dipakainya. Jangan.

Lihat, brandalan yang katanya brandalan itu tidak benar-benar brandalan. Dia hanya mengekspresikan dirinya, tapi kita manusia yang sebagiannya memandang dengan tatapan aneh sambil mengelengkan kepala, menjadikannya pusat perhatian sembari berbisik. Kita hanya mengambil kesimpulan dari cara berpakaiannya. kita hanya menerka-nerka apa yang akan dia perbuat. Padahal apa yang tersimpan di dalam dirinya tidak benar begitu.

Begitulah manusia. Menilai hanya dari luar nya saja. Suka menghakimi padahal dia tak tahu benar apa yang sedang di hakimi nya. Sekian ~

                           

                             Langsa, 15 agustus 2019

                                            Maya Fahsyita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun