Mohon tunggu...
Kavin Ashfiya
Kavin Ashfiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

pengkaji filsafat, bahasa, dan agama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bapak Filsafat Modern: Rasionalisme Rene Descartes

15 Maret 2023   09:00 Diperbarui: 15 Maret 2023   10:29 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Portrait of René Descartes by Frans Hals/Sumber:kontribs Dedden via commons.wikimedia.org

Biografi dan Latar Belakang Filsafatnya

 Rene Descartes lahir pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye Touraine, ia tumbuh di kalangan kaum borjuis dan ayahnya adalah seorang pengacara yang aktif di bidang politik, sedangkan ibunya meninggal sejak kelahirannya. Sejak kecil ia kerap mengidap penyakit batuk yang tak kunjung sembuh, ia pun enggan untuk berkonsultasi dengan dokter. Masa kecilnya diasuh dengan ilmu pengetahuan, pada tahun 1604 ia masuk kolese Yesuit College Royal di La Fleche Paris dengan minatnya untuk mempelajari ilmu-ilmu alam dan filsafat skolastik.

Para Yesuit di sekolahnya sangat kagum dengan kecerdasan yang dimiliki Rene Descartes, karena kecerdasannya yang melampaui anak-anak seusianya ia yang kesulitan untuk bangun pagi akhirnya mendapat kompensasi dari para Yesuit untuk bangun siang. Kebiasaan itupun berlanjut sampai usianya dewasa ia pun tetap terlambat bangun pagi. Tentunya teman-temannya di sekolah sangat iri dengan kecerdasan yang ia miliki. Kepribadiannya sangat tak menentu, ia terkadang suka dengan keramaian kota Paris, namun terkadang ia pun tiba-tiba menyendiri untuk menghindar dari keramaian. Sekali-kali ia pun bermain judi dan berbaur dengan keramaian.

Dengan kecerdasan yang ia miliki, ide-idenya pun datang tak menentu, terkadang idenya yang cemerlang datang di saat keramaian, namun kebanyakan ide-idenya yang brilian sering  datang tatkala ia berbaring di atas kasur, hal ini diceritakan ia sendiri dalam bukunya Meditationes de prima philopophia. Pada malam hari tanggal 11 November 1619 ia menemukan ide sentral filsafatnya lewat mimpi. Ia bermimpi tentang sebuah kamus yang masih harus ia selesaikan. Di dalam mimpinya ia mendengar kata-kata " Quod vitae sectabor iter?" ( jalan hidup manakah yang seharusnya kutempuh?). ia menafsirkan mimpinya sebagai tugas untuk melengkapi ilmu pengetahuan. Setelah bermimpi ia pun menulis buku Discours de la Methode dalam suasana sendiri, bahkan ia bisa menghabiskan hari-harinya dengan sibuk menulis bukunya sehingga tak seorangpun dapat melihatnya keluar dari kamarnya.

Pada saat telah rampung menulis buku Discours de la Methode ia tak langsung menerbitkan bukunya, ia ragu untuk menerbitkannya karena mendengar desas desus bahwa Galileo Galilei (bapak astronomi modern) dihukum dan dikutuk oleh gereja karena melawan kebijakan gereja dengan  mencetuskan teori heliosentris yang terbukti benar. Pada saat itu memang Gereja memiliki otoritas yang dominan dalam menentukan kebenaran, orang-orang yang bersebrangan dengan ajaran Gereja tak jarang dihukum dengan tuduhan sesat dan menyesatkan. Tentunya Rene Descartes agak ketakutan dengan kejadian itu, ia pun sempat ingin menerbitkan bukunya setelah satu abad kematiannya, namun pada akhirnya ia pun memberanikan diri untuk menerbitkannya. Kontroversi pun muncul setelah penerbitan bukunya, ia dianggap sesat oleh Gereja karena melawan ajaran-ajara Gereja yang telah berlaku, dan bukunya dianggap sebagai penghujatan kepada Allah, tetapi tak sedikit dari kalangan-kalangan tertentu yang membelanya dan mencoba menyelaraskan filsafatnya dengan ajaran-ajaran Gereja pada saat itu.

Epistimologi Filsafatnya

Kata "Cogito ergo sum" yang berarti aku "berpikir maka aku ada" adalah kata-kata yang terkenal yang kerap disematkan pada Rene Descartes. Tentunya makna kalimatnya bukanlah seperti makna harfiyahnya yang bisa dijadikan kesimpulan bahwa ketiadaannya ada pada saat ia tidak berpikir. Kata-kata tersebut sebenarnya adalah kesimpulan dari metode filsafatnya. Pada mulanya Rene Descartes ingin mencari suatu kebenaran yang tak dapat digoyahkan lagi meskipun oleh kaum skeptis. Ia mencari kebenaran yang dituju dengan metode yang dikenal sebagai "le doute methodique "(metode kesangsian).

Metode kesangsian digunakan olehnya untuk mencari kebenaran yang tak dapat digoyahkan, dengan metode tersebut ia meyangsikan atau meragukan segala sesuatu termasuk eksistensi dirinya. Ia meragukan dengan bertanya apa perbedaan eksistensinya saat ia terjaga dengan eksistensi saat ia bermimpi?. Bukankah kedua dunia itu sama?, dengan indra manusia yang terkadang menipu lalu ia bertanya apakah eksistensi dirinya sekarang berada dalam mimpi atau dalam keadaan terjaga?. Lalu ia berpikir apakah tuhan yang selama ini dianggap baik sebenarnya ia juga menipu manusia?, ataukah ada iblis yang jahat yang menipu manusia dengan membedakan dunia nyata dan dunia mimpi?, bukankah hal itu sangat mungkin sehingga manusia beranggapan bahwa selama ini eksistensinya berada di dunia nyata dan beranggapan bahwa ada suatu distingsi yang membedakan dunia nyata dan dunia mimpi.

Dengan metode kesangsiannya, semakin ia menyangsikan sesuatu maka semakin muncul tipuan tipuan yang menghantuinya. Namun dalam kesangsiannya pun ia akhirnya menyadari bahwa semakin ia menyangsikan semakin jelas dan tak dapat disangsikan lagi bahwa kini eksistensinya memanglah ada (eksis). Lalu ia mengatakan "cogito ergo sum" atau "je pense donc je suis" yang artinya aku berpikir, maka aku ada. Ia pun berhasil menemukan suatu kebenaran yang pasti, kokoh, dan tak dapat dibantah.

Metode kesangsiannya memanglah sangat radikal, sehingga wajar Gereja pada saat itu mengutuk bahkan melarang buku-bukunya untuk dibaca. Kendati metode yang ia temukan sangatlah baru, namun ia pun masih memiliki minat metafisika. Metode kesangsiannya yang radikal bukanlah sesuatu yang mirip dengan kaum skeptisisme yang kita jumpai pada David Hume. Kebenaran Cogito yang merupakan temuan subjektivitas pikiran adalah suatu kesadaran diri yang tak tergoyahkan. Temuannya bukanlah suatu hal yang diperoleh dari wahyu, dongeng, atau suatu prasangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun