Mohon tunggu...
Zulkifli Harahap
Zulkifli Harahap Mohon Tunggu... -

MUALLAF yang menulis hanya sekedar untuk meluruskan sebisa mungkin. “None could be a Muslim if he mistreated a non-Muslim since The Prophet asws (alayhi as-shalawatu wa as-salamu) has warned us that he would be a personal pleader for a non-Muslim who has been wronged in the Islamic state.”\r\n\r\nFaisal bin Abdulaziz Al Saud (1906 – 1975)\r\n Penafi: Karena sejak SD tugas-tugas mengarang merupakan tugas yang saya takuti, apa yang saya tulis dalam ini adalah jiplakan tulisan orang lain. Dan, karena Kompansiana ini bulanlah jurnal ilmiah, sumber tulisan jiplakan saya tidak dicantumkan; dengan Internet, para pembaca bisa menelusurinya sendiri jika memang ingin informasi yang lebih lengkap.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diminta Exit dari Dua WAG Muslim

29 Desember 2016   19:27 Diperbarui: 3 September 2017   11:58 2013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Administrator WA kelompok teman sekantor sudah lama mengundang saya untuk bergabung. Akan tetapi, dari yang saya lihat isi WA tetangga saya, isinya jauh lebih menjijikkan dari pada isi FB. Akan tetapi, setelah berkali-kali saya pun memberikan nomor hp saya yang memang punya fasilitas WA. Dua minggu berlalu, saya hanya sebagai peserta aktif. Muncul dua tiga kali untuk menanggapi komentar yang lucu-lucu, terlebih nyerempet-nyerempet porno: langsung digoreng.

Biasalah, di mana-mana rupanya tetap ada uwhuwah, tidak ketinggalan di kelompok kami ini, ada pula etiket Muslimnya. Jadi ada dua WA kami: satu WA bhinneka dan satu lagi WA Muslim

Tiga hari lalu muncullah copasan tentang haramnya ucapan Natal yang terkenal itu. Ya, saya pun, sebagaimana yang saya tulis di dalam profil Kompasiana ini langsung segera “berjihad” untuk meluruskan. Setelah itu saya masuk ke WA Muslim dan meminta secara baik-baik untuk tidak lagi memposting hal serupa ke WA sebelah karena tidak ada gunanya; cukuplah dijadikan itu sebagai konsumsi dalam negeri saja. Eee . . . ada yang komentar,

“Tidak apa-apa, biar mereka tahu. Mereka jangan minta toleransi melulu.”

Lalu saya jawab, “Gak, ada gunanya.”

“Gak, apa-apa, saya akan terus posting,” kata temanku ini lagi.

“Okelah, kalau begitu, saya pun akan gunakan hak saya untuk menyanggahnya,” jawabku.

Percakapan selesai.

Kemarin pagi, tiba-tiba muncul lagi postingan sejenis. Dari isinya saya paham bahwa yang memposting sangat tidak begitu bagus pemahaman keislamannya. Langsung saya terkam. Selanjutnya, dengan maksud untuk memberikan efek penggentar, saya memposting banyak  masalah ke WA bhinneka, sampai-sampai ada yang mengancam akan keluar dari WA jika hal seperti itu berlangsung terus. Saya tidak peduli. Setiap mereka memposting ayat-ayat keras, saya lawan dengan ayat-ayat damai yang terkait dengan ayat-ayat keras mereka.

Tadi pagi, ada pesan dari administrator tidak memposting apa pun ke WA Muslim, dan saya setujui. Eee . . . siang tadi, teman saya di administrator meminta saya untuk exit saja dari pada diexitkan. Saya pun sukarela exit.

Rupanya junk food  itu bukan saja sesuatu berwujud, tetap ada juga yang tanwujud. Tampaknya, teman-teman saya yang di WA Muslim ini sudah kecanduan junk food rohani, yang berisi ayat-ayat keras dan cerita-cerita kejelekan agama di luar agama mereka. Sepert anggota Pendemo 411, tulisan takbir pun bersiliweran di WA Muslim tersebut.

Proses pengeksitan WAG Muslim yang kedua lebih menyecepat kilat lagi. 

Karena salah seorang anggota WAG ini menganggap bahwa MUI salah satu lembaga tinggi negara, dlm satu komentar dlm WAG tersebut saya sangaja menuliskan "LSM MUI." Salah seorang administratornya naik pitam dan bertanya mengapa saya menuliskan "LSM" pada MUI dan dia menyatakan bahwa dia belum pernah membaca seperti itu sebelumnya. Saya jawab untuk menegaskan bahwa MUI bukanlah lembaga resmi negara. Tidak ada komentar lebih lanjut dari dia; beberapa saat saya hendak menulis komentar rupanya saya sudah dieksitkan.

Dua hari ini (1-2 September 2017) WAG yang saya cukup aktif mengikutinya sedang membahas Rohingya. Biasalah, bermunculan copas yang pro Rohingya. Beberapa saya tanggapi dengan beberapa alasan yang MUNGKIN membuat tentara/lasykar Myanmar bertindak seperti itu. Salah seorang langsung eksit dan katanya dia hendak mencari tempat yang sehati. Pagi ini ada satu komentar dari salah seorang anggota yang menyatakan k sayang, salah seorang yang vokal dalam ukhuwah islamiyah telah keluar hanya karena seorang munafiqun. Ini pun tampaknya merupakan tanda-tanda hari kiamat bagiku  dlm WAG itu. Rupanya, jika ada orang yang tidak sependapat dengan mereka, yang bersangkutan adalah munafiqun. Lebih baiklah dicap munafikun dari pada menjadi muqallid!

Mudah-mudahan tidak diminta exit pula dari Kompasiana ini, amin . . . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun