Mohon tunggu...
Zulkifli Harahap
Zulkifli Harahap Mohon Tunggu... -

MUALLAF yang menulis hanya sekedar untuk meluruskan sebisa mungkin. “None could be a Muslim if he mistreated a non-Muslim since The Prophet asws (alayhi as-shalawatu wa as-salamu) has warned us that he would be a personal pleader for a non-Muslim who has been wronged in the Islamic state.”\r\n\r\nFaisal bin Abdulaziz Al Saud (1906 – 1975)\r\n Penafi: Karena sejak SD tugas-tugas mengarang merupakan tugas yang saya takuti, apa yang saya tulis dalam ini adalah jiplakan tulisan orang lain. Dan, karena Kompansiana ini bulanlah jurnal ilmiah, sumber tulisan jiplakan saya tidak dicantumkan; dengan Internet, para pembaca bisa menelusurinya sendiri jika memang ingin informasi yang lebih lengkap.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka kepada Ahok

27 Desember 2016   19:35 Diperbarui: 27 Desember 2016   23:17 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudah-mudahan Anda tabah untuk menjalani proses yang masih terus berlangsung beberapa waktu ke depan.

Untuk itu, sebagai salah seorang yang tetap menginginkan Anda jadi gubernur untuk periode kedua, Anda ada baik menyimak hal-hal yang saya jelaskan berikut ini.

I. Materi Pembelaan Anda

Saya sangat menyangkan KELALAIAN ANDA dalam menyelamatkan diri Anda sendiri dari kasus ini. Mengapa saya saya sebut sebagai KELALAIAN? Dari tangkisan hakim, HANYA DENGAN BUKU PENGANTAR HUKUM  hakim sudah dapat menilai bahwa isi pembelaan Anda itu BUKAN MERUPAKAN ISI yang seharusnya disampaikan pada saat pembelaan Anda tersebut. Terhadap hal ini saya punya dua pertanyaan:

1. Apakah, TANPA PENGETAHUAN SEDIKIT PUN TENTANG APA ITU MATERI PEMBELAAN, Anda bersikeras untuk tetap menyampaikan APA YANG SEHARUSNYA MENURUT ANDA YANG DISAMPAIKAN dengan mengabaikan saran penasehat hukum (PH) Anda.?

Jika begini memang halnya, ya . . . ini harus Anda jadikan sebagai pengalaman berharga agar kesempatan lain Anda jangan terlalu keukeuh terhadap pendapat Anda  sendiri.

2. Jika memang tidak demikian halnya, saya sarankan agar Anda JANGAN TERLALU TERPEDAYA dengan profesi atau kepakaran orang lain: kawallah diri Anda sendiri dengan mencari pengetahuan sendiri BERDASARKAN INFORMASI YANG DIBERIKAN OLEH ORANG LAIN, yang kalau perlu mencari sumber ketiga, keempat, dst. Jika memang Anda tidak mendapat PETUNJUK YANG BENAR dari penasehat hukum Anda yang konon katanya hampir 80 orang itu, saya sarankan agar Anda MENILAI LAGI KEMAMPUAN DAN KEPAKARAN teman-teman Anda tersebut.

Dalam beragama, saya sejak dulu telah menjalankan prinsip ini. Begitu dapat informasi dari pemuka agama, saya segera memikirkannya dan jika terasa ada ganjalan, sejak itulah saya berpikir-dan-berpikir terus. Saya berikan satu kasus berikut ini.

Karena bioskop hanya berjarak 400 m dari rumah saya, tempat bermain saya salah satunya ialah halaman bioskop tersebut sehingga para karyawannya sudah menjadi teman saya. Karena itu, walaupun saya masih siswa kelas 3 SD, saya sudah sering nonton film bergolongan 17 tahun, dan yang saya senangi ialah film perang. Sisi-sisi kemanusiaan yang ditunjukkan dalam film-film perang tersebut membuat saya menyangsikan apa yang dikatakan oleh guru agama saya bahwa manusia selain yang beragama Islam akan menjadi penghuni neraka SELAMANYA. Sesuai dengan keadaan saya saat itu, miskin mana lagi tinggal di satu ibu kota kabupaten, kesangsian itu tinggallah sebagai kesangsian yang berlarut. Untungnya, lama kelamaan tidak begitu menghantui lagi

Akan tetapi, kesangsian ini bertambah ketika saya membaca catatan harian Achmad Wahib yang salah satu catatannya ialah keinginannya untuk bertanya kepada Nabi Muhammad asws (alayhi as-shalawatu wa as-salamu), jika sekiranya Nabi hidup, “Mengapa para romo yang bekerja di tempat Achmad Wahib menumpang tetap masuk neraka?”

“Oo . . . , rupanya saya bukan sendiri,” kataku dalam hati. Pencarian jawaban menjadi lebih dipergiat lagi.

Beberapa tahun kemudian saya diberi oleh seorang teman sekeping CD yang berisi perdebatan antara Kang Jalal dan KH Moettawaqil (kedua MUI Jabar saat itu) tentang QS. 2.62 (dan juga, dengan redaksi yang persis sama, QS. 5.69). KH Moettawaqil (termasuk Sayeed Quthub yang menjadi tafsir pegangan saya) bersikukuh pada pendiriannya bahwa kalimat yang digunakan dalam ayat ini ialah kalimat dengan kata kerja masa lalu sehingga keberlakuan ayat ini HANYALAH SEBELUM ISLAM diturunkan oleh Allah SWT. Saya tidak tertarik pada hujjah yang diberikan oleh Kang Jalal sehingga saya tidak dapat membuat hujjah Kang Jalal itu menjadi pegangan.

Keadaan ini terus berlangsung hingga, berkat keberadan Internet buatan kapir, saya bisa melanglang buana ke seluruh “perpustakaan” dunia dan alhamdulillah, saya dapat satu buku kuning yang berisi asbabun nuzul ayat-ayat Qur’an. Alhamdulillah rabbil alamin, pertanyaan saya dan Achmad Wahib rupanya telah pernah ditanyakan langsung oleh salah seorang sahabat yang bernama Salman al-Farisi.

Suatu ketika, Salman dalam perjalan menuju tempat Nabi. Di tengah perjalanan ini Salman melihat seorang rahib Yahudi sembahyang secara khusuk. Tatkala Salman bersua dengan Nabi, Salman bertanya kepada Nabi bahwa masih masuk nerakakah seorang Yahudi yang sembahyangnya begitu khusuk yang baru saja dilihatnya itu? Nabi menjawab, “Ya,” dan seketika jawaban Nabi ini ditimpali dengan turunnya ayat al-Baqarah 62 ini:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in, barang siapa yang beriman di antara mereka itu kepada Allah dan hari yang kemudian, serta beramal saleh, maka untuk mereka itu pahala di sisi Tuhannya; dan tak ada ketakutan atas mereka dan tiada mereka berdukacita.”

(Ayat dengan bunyi yang persis sama diturunkan lagi dalam QS. 5.69. Mengapa ayat ini sampai muncul dua kali belum pernah saya kaji.)

Alhamdulillahi rabbil alamin, telah hilang hal yang mengganjal di hati selama puluhan tahun itu. Saat itu merupakan suatu kenikmatan yang luar biasa atas ketakmau-taklidan terhadap pemuka agama, siapa pun, dengan nama setinggi langit berapa pun. Betapa tidak, Salman saja telah lega, tentu saja pun demikian (mudah-mudahan Achmad Wahib pun sudah mengetahuinya di alam sana . . . ).

II. Administrator SMS AHOK dan FACEBOOK AHOK

(a) SMS AHOK

Saya pernah beberapa kali memberikan saran melalui sms Ahok, dan belum dalam hitungan menit sudah ada (mungkin jawaban noreply yang otomatis) sms ucapan terima kasih. Akan tetapi , TIDAK DEMIKIAN HALNYA LAGI setelah kejadian Kampung Pulo. Saat itu melalui sms saya menyarankan agar ke depan, setiap kali satpol PP melalukan relokasi atau penggusuran, mobil-mobil satpol PP harus dipasang spandung yang berisikan hadis yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad asws (alayhi as-shalawatu wa as-salamu) akan membelah perut seseorang yang berani memasang badan untuk menghalangi pembangunan tali air (fasum, saat ini). Sms, masuk, hingga kini balasan tidak pernah muncul.  Demikian juga baru-baru ini. Saya mengirim sms untuk meminta nomor atau email yang bisa menghubungi kantor tim pengacara Ahok, tidak juga berbalas hingga kini.

(2) FACEBOOK AHOK

Karena tidak mendapat jawaban, saya tidak BOLEH tidak kemudian mencari alat yang bisa menghubungi Ahok, dan alhamdulillah, dapat. Segera saya unggah tulisan-tulisan saya yang dimuat di Kompasiana sebanyak tiga tulisan: semua langsung muncul. Sayangnya, beberapa hari kemudian, setiap unggahan saya akan diiukiti oleh jendela yang berisi pemberitahuan bahwa tulisan saya harus ditelaah dulu, dan nyatanya  tulisan tidak muncul sampai sekarang.

Dalam analisis saya atas Pasal 156(a), pasal ini  tidak bisa disangkakan kepada Ahok. Pasal ini hanya dan hanya bisa disangkakan kepada orang-orang yang mengampanyekan atheis karena ayat (a) dan ayat (b) dalam Pasal 59(a) ialah ayat yang satu sehingga bentuk asli Pasal (4) pada UU 1/PNPS/1965 yang berupa:

(1) Pasal 156a

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a.   yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b.   dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa."

seyogyanya berupa:

(2) Pasal 156(a)

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa."

Dengan demikian, Pasal ini hanya dan hanya dapat ditersangkakan kepada mereka yang menganjurkan paham atheis di Indonesia, DAN TIDAK DAPAT DITERSANGKAKAN KEPADA AHOK.

Saya bukan ahli hukum, tetapi bagi saya agak merasa aneh juga penasehat hukum Anda yang konon berjumlah 70 orang itu berformil-materil pada satu pasal yang masih berantakan. 

Lebih dari itu, sudah ribuan orang khalayak hukum beracara dengan pasal ini dan sudah belasan orang yang jadi korban pasal ini, pasal ini dibiarkan tercetak aman di dalam KHUP sejak 1965 (51 tahun sebelas bulan).

Pelajaran hari ini ialah JANGAN KEUKEUH TERHADAP PENDAPAT SENDIRI TETAPI JANGAN PULA HANYUT KE LAUT BERSAMA PENDAPAT ORANG LAIN: BERIMBANGLAH.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun